Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cegah Resistensi Antimikroba, Kemenkes Ajak Masyarakat Bijak Gunakan Antibiotik

Kompas.com - 19/09/2024, 05:00 WIB
Elizabeth Ayudya Ratna Rininta

Penulis


KOMPAS.com - Penggunaan obat antibiotik yang tidak tepat dapat menyebabkan resistensi antimikroba atau kondisi munculnya bakteri yang kebal dengan antibiotik.

Hal ini mengakibatkan pengobatan dan perawatan pada pasien lebih sulit dan dapat menyebabkan kematian.

Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI dr. Azhar Jaya, SH, SKM, MARS mengungkapkan data kejadian resistensi antimikroba yang dilaporkan oleh rumah sakit sentinel. Data tersebut mencakup dua jenis bakteri yang kebal antibiotik.

"Data AMR di Indonesia secara khusus didapatkan dari data yang dilaporkan oleh rumah sakit sentinel yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan, di mana hasil pengukuran Extended-spectrum Beta-Lactamase (ESBL) tahun 2022 pada 20 rumah sakit sentinel site sebesar 68%,” ungkap Azhar di Jakarta, dilansir dari laman Kemenkes, Sehat Negeriku.

“Kemudian, di tahun 2023 pada 24 rumah sakit sentinel site sebesar 70,75% dari target ESBL tahun 2024 sebesar 52%. Angka ini menunjukan, adanya peningkatan resistensi antimikroba pada bakteri jenis Escherichia coli dan Klebsiella pneumoniae.”

Kedua bakteri ini dapat menyebabkan kematian dan menyerang seluruh sistem organ dalam tubuh manusia.

“Agar data ini dapat mewakili Indonesia, maka untuk pengukuran ESBL, pada akhir tahun 2024 akan dilakukan pengukuran pada 56 rumah sakit sentinel yang tersebar di wilayah Indonesia barat, tengah dan timur serta meliputi rumah sakit milik pemerintah, pemerintah daerah dan swasta,” sambung Azhar.
Data WHO Global Antimicrobial Resistance and Use Surveillance System (GLASS) yang diperbarui pada 2022 menyebutkan bahwa resistensi antimikroba pada Escherichia coli dan Klebsiella pneumoniae di Indonesia terdeteksi melalui pemeriksaan spesimen darah dan urine pasien yang terinfeksi AMR.

Baca juga: Jutaan Orang Meninggal karena Resistensi Antimikroba, Kemenkes dan WHO Luncurkan Strategi

Dampak AMR pada pasien

Dari laporan rumah sakit yang diterima Kemenkes, penanganan pasien dengan infeksi resistensi antimikroba membutuhkan upaya yang besar. Sebab, bakteri yang kebal terhadap antibiotik memengaruhi perawatan pasien.

“Merawat pasien dengan infeksi AMR sangat sulit karena beberapa faktor. Yang pertama adalah pilihan obat terbatas. Obat yang efektif untuk pasien AMR mungkin tidak tersedia atau mahal dan patogen bisa menjadi resisten terhadap antibiotik yang ada,” jelas Dirjen Azhar Jaya.

“Kedua, penegakan diagnosis menjadi lambat. Dibutuhkan pemeriksaan kultur dan uji kepekaan dalam menegakkan diagnosis pasien infeksi lama, di mana untuk pemeriksaan tersebut memerlukan waktu sehingga, memperlambat perawatan yang tepat. Kemudian, dibutuhkan komitmen pimpinan rumah sakit untuk optimalisasi fungsi laboratorium.”

Faktor ketiga terkait dengan efek samping. Pengobatan resistensi antimikroba sering kali memerlukan antibiotik dengan efek samping yang berat atau risiko toksisitas.

Keempat, penyebaran infeksi AMR. Infeksi resistensi antimikroba dapat menyebar cepat, terutama di lingkungan rumah sakit sehingga memerlukan langkah-langkah pengendalian infeksi yang ketat.

“Kelima, biaya tinggi. Karena perawatan AMR membutuhkan waktu yang lama (Length of Stay/Los memanjang) sehingga pengobatan AMR menjadi sangat mahal, produktivitas pasien dan keluarga penunggu menurun, serta membebani pasien dan jaminan kesehatan,” lanjut Azhar.

Baca juga: Resistensi Antimikroba di Ruang ICU jadi Penyebab Kematian

Bijak konsumsi antibiotik

Menilik dampak infeksi resistensi antimikroba pada pasien, masyarakat diimbau untuk bijak dalam mengonsumsi antibiotik. Upaya ini untuk mencegah terjadinya risiko infeksi AMR.

Dirjen Pelayanan Kesehatan Azhar Jaya menyampaikan beberapa imbauan kepada masyarakat terkait konsumsi antibiotik, sebagai berikut:

  • Gunakan antibiotik hanya ketika diresepkan oleh dokter. Ikuti petunjuk dokter mengenai dosis dan durasi pengobatan.
  • Jangan menggunakan antibiotik yang dibeli tanpa resep atau sisa obat dari perawatan sebelumnya.
  • Jika dokter meresepkan antibiotik untuk infeksi yang tampaknya ringan, tanyakan alasan dan manfaatnya, serta alternatif pengobatan yang mungkin tersedia.
  • Jika Anda memiliki hewan peliharaan, pastikan antibiotik yang diberikan kepada hewan juga digunakan secara bijaksana. Sebab, resistensi dapat terjadi di antara hewan dan manusia.
  • Untuk menghindari risiko infeksi dan kebutuhan antibiotik, lakukan kebiasaan higienis yang baik seperti mencuci tangan secara teratur. Lakukan vaksinasi yang diperlukan untuk mencegah infeksi yang bisa memerlukan antibiotik jika terjadi.
  • Diskusikan kekhawatiran Anda dengan tenaga medis tentang penggunaan antibiotik dan manfaat serta risikonya. Pertanyaan ini dapat membantu Anda memahami keputusan perawatan yang diambil.

Menurut Azhar, Strategi Nasional (Stranas) Antimicrobial Resistance 2025-2029 telah mengatur bahwa kampanye penggunaan antibiotik yang bijak tidak hanya ditujukan kepada masyarakat melalui Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE), tetapi juga kepada tenaga medis.

“Upayanya melalui peningkatan kompetensi dokter dalam tata laksana penyakit infeksi dan kepatuhan akan standar pelayanan dan panduan praktik klinis untuk dokter di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan,” ucapnya.

Pengawasan terhadap pemberian antibiotik perlu dilakukan melalui Rekam Medis Elektronik (RME) yang digunakan oleh tenaga medis, serta kewajiban melaporkan penggunaan antibiotik golongan cadangan (reserve antibiotics) pada pasien beserta alasannya.

“Tenaga kesehatan selain dokter, tidak diperkenankan memberikan resep, kecuali mendapatkan kewenangan tambahan dari Menteri atau peraturan perundang-undangan,” pungkas Azhar Jaya.

 Baca juga: Resistensi Antimikroba Mengancam Dunia, WHO Dorong Riset Pengembangan Vaksin

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Selamat, Kamu Pembaca Terpilih!
Nikmati gratis akses Kompas.com+ selama 3 hari.

Mengapa bergabung dengan membership Kompas.com+?

  • Baca semua berita tanpa iklan
  • Baca artikel tanpa pindah halaman
  • Akses lebih cepat
  • Akses membership dari berbagai platform
Pilihan Tepat!
Kami siap antarkan berita premium, teraktual tanpa iklan.
Masuk untuk aktivasi
atau
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau