KOMPAS.com - Target penurunan angka stunting di Indonesia dari 21,6 persen menjadi 14 persen di tahun 2024 sulit dicapai. Sejumlah faktor menjadi pemicunya.
Selain intervensi gizi, ada masalah non-kesehatan yang membutuhkan fokus pemerintah agar angka stunting bisa ditekan.
"Kajian Fokus Kesehatan Indonesia (FKI) menemukan bahwa pencegahan stunting memang tidak bisa hanya fokus pada intervensi gizi semata, tetapi untuk jangka panjang, agar pencegahan stunting optimal maka sanitasi lingkungan dan akses air bersih juga harus mendapat fokus lebih," papar Prof.Nila F MOeloek, Direktur Eksekutif FKI.
Ia menuturkan, dalam sebuah kajian komperhensif yang dilakukan para peneliti kedokteran komunitas di FKI, terlihat jelas bahwa daerah dengan akses terbatas terhadap air bersih dan fasilitas sanitasi memiliki tingkat stunting yang lebih tinggi dibandingkan dengan daerah yang memiliki akses sanitasi yang baik.
Di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) dengan persentasi stunting di atas 50 persen, lebih dari 20 persen warganya kekurangan air bersih. Sementara di Papua Tengah, lebih dari 60 persen warga tidak memiliki akses air bersih dan angka stuntingnya di atas 70 persen.
“Sanitasi buruk menyebabkan anak-anak lebih rentan terhadap infeksi, seperti diare, yang mengganggu penyerapan nutrisi dan memperparah kondisi malnutrisi. Itu sebabnya akses terhadap air bersih dan sanitasi yang layak sangat penting untuk memastikan anak-anak tumbuh sehat dan terbebas dari stunting."ujar Nila yang merupakan Menteri Kesehatan RI 2014-2019 ini.
Baca juga: Jokowi Usahakan Angka Stunting Turun ke 14 Persen pada Akhir 2024
Penelitian FKI tersebut dilakukan melalui analisis data yang dipimpin oleh Dr.Ray Wagiu Basrowi MKK, dr.Levina Chandra Khoe MPH, dan Ir.Wahyu Handayani, bekerja sama dengan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).
Menurut Ray Wagiu, hasil studi mengidentifikasi tiga faktor kunci yang berdampak besar untuk mencegah stunting dalam jangka panjang.
Baca juga: Mengevaluasi Program Percepatan Penurunan Stunting
"Tiga faktor kunci tersebut, yaitu menurunkan anemia (lewat skrining, optimasi intervensi tablet tambah darah dan nutrisi lain), peningkatan akses dan kualitas sanitasi dan air minum dan air bersih dan peningkatan kualitas pemeriksaan kehamilan,” ujar Ray.
Tim FKI juga menemukan bahwa terdapat hasil yang konsisten dari sejumlah penelitian skala besar tentang anemia pada ibu meningkatkan risiko stunting hingga 2,3 kali lebih besar.
"Sehingga intervensi skrining anemia di komunitas, posyandu dan layanan primer, mengoptimalkan intake zat besi, baik itu tablet tambah darah maupun asupan nutrisi sumber protein dan zat besi harus jadi intervensi prioritas pada ibu hamil agar stunting bisa dicegah secara berkelanjutan”, ujarnya.
Nila mengatakan, temuan ini diharapkan dapat menjadi pendorong bagi pemerintah, organisasi masyarakat, dan sektor swasta untuk mempercepat implementasi kebijakan dan program yang memperbaiki kondisi sanitasi di seluruh wilayah Indonesia.
"Upaya terintegrasi ini diharapkan dapat memberikan hasil nyata dalam menurunkan prevalensi stunting dan menciptakan generasi mendatang yang lebih sehat dan produktif," katanya.
Baca juga: 10 Tanda-tanda Kekurangan Zat Besi dan Penyebabnya
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.