KOMPAS.com - Komplikasi anemia pada anak bisa terjadi karena kekurangan asupan zat besi, seperti detak jantung cepat hingga pertumbuhan terlambat.
Mengutip Healthline, anemia adalah kondisi di mana terjadi penurunan kadar hemoglobin dalam sel darah merah.
Hemoglobin adalah protein dalam sel darah merah yang bertanggung jawab untuk membawa oksigen ke seluruh jaringan tubuh. Hemoglobin terbentuk atas bantuan dari zat besi.
Baca juga: 13 Tanda-tanda Anemia pada Anak yang Bisa Berbahaya
Dokter spesialis gizi klinik, dr. Nurul Ratna Mutu Manikam, M.Gizi, Sp.GK mengatakan bahwa anemia di Indonesia terjadi pada 28,1-38,5 persen balita (bayi bawah 5 tahun).
Sekitar 26 persen pada anak usia 5-14 tahun dan sekitar 18,4-32 persen pada anak remaja (15-24 tahun).
Sebanyak 50-60 persen anemia pada anak Indonesia disebabkan oleh kurangnya asupan/defisiensi zat besi.
Mengacu pada Angka Kecukupan Gizi (AKG) 2019, kebutuhan zat besi anak sebagai berikut:
Baca juga: 3 Cara Cegah Anemia Pada Anak, Orangtua Wajib Tahu
Disari dari Healthline dan WebMD, sebagian besar kasus anemia defisiensi besi ringan dan tidak menimbulkan komplikasi.
Kondisi ini biasanya bisa dengan mudah diobati. Namun jika tidak diobati, bisa menyebabkan komplikasi anemia defisiensi besi, meliputi:
Anemia bisa menurunkan jumlah oksigen yang mencapai otak anak. Ini menyebabkan arteri di area tersebut membengkak, yang membuat sakit kepala pada anak.
Komplikasi anemia pada anak ini bisa terjadi karena zat besi membantu menjaga kadar bahan kimia otak, seperti serotonin, dopamin, dan norepinefrin, agar tetap stabil.
Saat zat besi rendah, hormon ini bisa berfluktuasi dan memicu sakit kepala migrain.
Baca juga: 14 Makanan Sumber Zat Besi yang Bisa Mencegah Stunting pada Anak
Anemia pada anak bisa menyebabkan jantung harus memompo lebih banyak darah untuk mengimbangi pasokan oksigen yang rendah.
Hal tersebut bisa menyebabkan detak jantung anak tidak teratur.
Dalam kasus yang parah, komplikasi anemia pada anak bisa menyebabkan gagal jantung atau pembesaran jantung.