Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Virus Flu dalam Susu Mentah: Risiko Tersembunyi yang Perlu Diwaspadai

Kompas.com - 18/12/2024, 06:00 WIB
Elizabeth Ayudya Ratna Rininta

Penulis

KOMPAS.com - Susu mentah sering dipuji sebagai alternatif alami dan bernutrisi dibandingkan susu pasteurisasi. Namun, dilansir dari News Medical, sebuah studi baru dari Stanford University mengungkapkan potensi bahaya tersembunyi dari konsumsi susu mentah.

Penelitian yang dipublikasikan pada 12 Desember di Environmental Science & Technology Letters ini menemukan bahwa virus influenza dapat tetap menular dalam susu mentah yang disimpan di lemari es hingga lima hari. Temuan ini muncul di tengah kekhawatiran pandemi baru akibat flu burung yang menyerang sapi perah.

“Penelitian ini menyoroti potensi risiko penularan flu burung melalui konsumsi susu mentah dan pentingnya proses pasteurisasi susu,” kata Alexandria Boehm, penulis senior studi sekaligus profesor di Stanford Doerr School of Sustainability dan Stanford School of Engineering.

Baca juga: Tangki Pendingin: Siasat Produsen Susu Dukung Makan Bergizi Gratis

Lebih dari 14 juta orang Amerika mengonsumsi susu mentah setiap tahunnya. Berbeda dengan susu pasteurisasi, susu mentah tidak melalui proses pemanasan untuk membunuh patogen berbahaya.

Beberapa pihak berpendapat bahwa susu ini mengandung lebih banyak nutrisi, enzim, dan probiotik yang bermanfaat bagi kesehatan sistem imun dan pencernaan. Namun, Food and Drug Administration (FDA) menyebut bahwa susu mentah berisiko menjadi agen pembawa 200 wabah penyakit. 

Centers for Disease Control and Prevention (CDC) juga memperingatkan, mereka memperingatkan bahwa bakteri seperti E. coli dan Salmonella dalam susu sapi mentah dapat menimbulkan risiko kesehatan serius, terutama bagi anak-anak, lansia, ibu hamil, dan individu dengan sistem imun lemah.

Peneliti dari Stanford juga meneliti daya tahan virus influenza jenis H1N1PR8 dalam susu mentah pada suhu lemari es. Hasilnya, virus tersebut tetap aktif dan menular selama lima hari.

Virus influenza dapat bertahan lama dalam susu mentah selama beberapa hari sehingga berpotensi menjadi ,” ujar Mengyang Zhang, salah satu penulis studi. “

Zhang menambahkan, virus flu ini dapat mencemari permukaan dan bahan lain yang berhubungan dengan susu sehingga berisiko menular ke hewan maupun manusia.

Selain itu, penelitian menemukan bahwa RNA virus influenza—molekul pembawa genetik yang tidak menimbulkan risiko kesehatan langsung—tetap terdeteksi dalam susu mentah hingga 57 hari.

Baca juga: Tak Perlu Impor Susu Kalau Peternak Lokal Digdaya

Sebaliknya, proses pasteurisasi sepenuhnya menghancurkan virus influenza yang menular dan mengurangi RNA virus hingga 90 persen. Meskipun RNA virus tidak berbahaya, keberadaannya sering digunakan dalam surveilans lingkungan untuk mendeteksi patogen seperti influenza.

Penelitian ini menekankan pentingnya meningkatkan sistem pemantauan, terutama saat flu burung terus menyebar di antara ternak.

Studi ini juga melengkapi penelitian sebelumnya yang menggunakan limbah cair untuk mendeteksi flu burung.

Analisis tersebut mengungkapkan bahwa limbah dari industri susu menjadi sumber utama virus. Dengan memantau limbah cair, petugas kesehatan masyarakat dapat mendeteksi aktivitas virus pada populasi sapi terdekat.

Studi Stanford ini memberikan peringatan penting tentang bahaya potensial konsumsi susu mentah, terutama di tengah meningkatnya ancaman flu burung.

Pasteurisasi tetap menjadi langkah kunci untuk melindungi kesehatan masyarakat dari risiko infeksi patogen dalam produk susu.

Bagi konsumen, penting untuk memahami bahwa pilihan produk susu yang aman tidak hanya berdampak pada kesehatan individu tetapi juga mencegah penyebaran penyakit menular.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau