Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengembangan Obat Herbal Terhambat Perizinan

Kompas.com - 21/05/2009, 16:32 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengembangan pengobatan herbal menggunakan ramuan tumbuhan yang berasal dari kekayaan alam Indonesia dewasa kini masih mengalami hambatan perizinan yang dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia.
    
"Masalahnya pemerintah kita masih belum bisa menerima herbal dan masih banyak peraturan yang menghambat pengembangan pengobatan alami ini," ujar praktisi pengembangan pengobatan herbal, Ning Harmanto di Jakarta.

Ning mencontohkan, seperti baru-baru ini seorang geolog Jerman yang menekuni dunia pengobatan tradisional Heinrich Melcher menemukan obat tetes mata dari biji buah keben (barringtonia asiatica) yang tumbuh di bumi Papua.
    
Setelah diekstrak khasiat tumbuhan itu dapat menyembuhkan berbagai penyakit mata yang diderita tanpa operasi seperti katarak, minus, silindris, plus, glukoma dan lain sebagainya. 
    
Tetapi karena aturan pemerintah yang ada di Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menyatakan bahwa obat tetes, infus dan suntik tidak boleh berasal dari herbal, maka penemuan di tahun 2005 itu dikembangkan di Jerman.
    
Belum lagi biaya yang dikeluarkan cukup besar dan mencapai ratusan juta rupiah lebih jika seorang pengusaha ingin meningkatkan produk jamu menjadi obat herbal berstandar.
    
"Untuk mendapatkan legalitas dengan meningkatkan status obat tradisional jamu menjadi obat herbal yang berstandar dalam negeri maka biaya yang dikeluarkan cukup mahal atau ratusan juta rupiah," katanya.
    
Padahal data Departemen Kesehatan menunjukkan hutan tropis Indonesia memiliki keanekaragaman species tumbuhan yang berjumlah sekitar 40.000 jenis. Sekitar 7.000 jenis di antara species tumbuhan itu merupakan tanaman obat dan 1.000 jenis di antaranya telah dimanfaatkan sebagai obat.
    
"Sejak dulu berbagai suku di tanah air telah mengenal tumbuhan yang mampu menyembuhkan berbagai macam penyakit, namun masyarakat dan pemerintah mulai meninggalkan karena pengaruh obat kimia," ujar Ning yang juga menjabat Presiden Direktur PT Mahkotadewa Indonesia. 
    
Sebelumnya ahli terapi Nur Asyifa, Reno Wiloto meminta pemerintah melalui Departemen Kesehatan mendorong pengembangan obat tradisional (herbal) asli Indonesia.
    
Indonesia memiliki ragam hayati yang potensial untuk dikembangkan menjadi herbal dan seharusnya menjadi rujukan dunia dalam bidang pengembangan herbal karena memiliki puluhan ribu jenis tanaman obat.
    
"Pemerintah harus mendukung program pengembangan obat tradisional yang berpotensi menyembuhkan berbagai penyakit pada manusia," ujar dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com