Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 02/12/2013, 20:17 WIB


KOMPAS.com -
Kemajuan di bidang ilmu kedokteran dewasa ini memungkinkan dilakukannya tindakan terapi pada janin untuk mendeteksi kelainan serta mengatasi kondisi yang mengancam kelangsungan hidup janin. Dengan demikian, kecacatan pada bayi dapat dicegah sedari dini.
 
Menurut dokter spesialis obstetri dan ginekologi Rumah Sakit Premier Bintaro (RSPB) Tangerang Selatan Nurwansyah, berkat teknologi ultrasonografi (USG) yang
semakin akurat, pemeriksaan untuk mengetahui kelainan pada bayi bisa dilakukan sejak usia kehamilan muda.

Di usia kehamilan 9-10 minggu misalnya, tanda-tanda awal kelainan kromosom penyebab down syndrome pada bayi dapat dilihat melalui pencitraan USG.

"Tanda-tandanya, ada penebalan pada bagian tengkuk dan ada titik putih di bagian jantungnya," ujar Nurwansyah, dalam acara bincang sehat bagi masyarakat awam di RS Premier Bintaro Tangerang, Sabtu (30/12/2013).

Biasanya, diagnosis itu dapat diperjelas saat usia kandungan 18 minggu dengan cara mengambil cairan ketuban untuk diteliti di laboratorium. Bila hasil pemeriksaan memastikan ada kelainan kromosom, dokter akan memberi pilihan, apakah kehamilan akan diteruskan atau diakhiri.

Selain diagnosis kelainan, tindakan terapi juga bisa dilakukan pada janin yang mengalami kondisi berbahaya. Misalnya, ketidaksesuaian resus darah ibu dan janin.

"Ini terjadi bila ibu hamil memiliki darah dengan resus negatif sementara ayah positif. Bila janin terwarisi resus positif akan terjadi ketidakcocokan dengan resus ibunya," jelas Nurwansyah.

Pada kondisi tersebut, antiresus si ibu akan mematikan sel-sel darah merah si janin. Akibatnya, sel-sel darah merah janin rusak. “Hal itu bisa memicu kerusakan otak, gagal jantung, dan anemia dalam kandungan maupun setelah lahir," tuturnya.

Kondisi itu bisa diatasi dengan transfusi darah pada janin. Prosedur diawali dengan mengambil sampel darah janin dari pembuluh di tali pusar. Selanjutnya, menganalisis jenis darah, mencari donor yang tepat, lalu melakukan transfusi pada janin.

“Dalam prosesnya janin perlu dibius dua kali. Pertama untuk melumpuhkan geraknya sementara dan kedua untuk menghilangkan rasa sakitnya," papar Nurwansyah.

Jenis terapi lainnya yang bisa dilakukan pada janin adalah pengambilan cairan yang menumpuk pada organ tubuh janin.

"Biasanya cairan menumpuk di perut janin karena saluran kencing atau anusnya tidak berfungsi normal. Atau pada kasus tertentu, cairan tertumpuk di paru-paru si janin."

Pada kasus tersebut, di lokasi tempat menumpuknya cairan dipasang saluran buatan untuk membuang cairan.

"Prosesnya hampir sama seperti transfusi, janin harus dibius dua kali. Intervensi membuat saluran pembuangan buatan memiliki tantangan tersendiri karena memasangnya harus cermat dan dijauhkan dari jangkauan tangan si janin agar tidak mudah lepas," jelas Nurwansyah.

Transfusi maupun pemasangan saluran pembuangan buatan tersebut bisa dilakukan pada trimester kedua kehamilan. (*)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com