Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 09/07/2014, 11:57 WIB
Unoviana Kartika

Penulis


KOMPAS.com
— Pemilihan Umum Presiden 2014 memang menimbulkan antusiasme banyak kalangan. Gegap gempita kampanye pilpres tidak hanya ada di media massa, tetapi sudah masuk ke kanal komunikasi pribadi melalui media sosial.

Dukungan terbuka pun diberikan kepada masing-masing calon. Karena hanya ada dua pilihan calon presiden, perbedaan pun semakin meruncing. Masing-masing pendukung merasa jagoannya yang paling tepat untuk memimpin negeri ini lima tahun ke depan.

Perang kata-kata, baik di media sosial maupun secara nyata, bukan hal aneh lagi ditemui selama masa kampanye ini. Karena kesal dengan komentar yang bernada negatif, banyak orang yang memilih untuk memutuskan pertemanan dengan teman yang berbeda pilihan capres.

Psikolog Sani B Hermawan menilai, pemutusan hubungan pertemanan terjadi karena salah satu atau kedua pihak merasa sakit hati dengan sindiran atau cibiran yang diungkapkan oleh pendukung capres yang berbeda.

"Bila perbedaan itu disikapi tanpa kata-kata yang menyakiti pihak lainnya, tentu tidak akan terjadi seperti itu," kata Sani saat dihubungi Kompas Health, Selasa (8/7/2014).

Bila sudah menyatakan dukungannya secara terbuka, biasanya orang memiliki keyakinan pada calon tersebut secara emosional. Mereka menaruh harapan yang besar pada calon pemimpin andalannya.

Karenanya, wajar jika tokoh yang kita dukung itu dicela, akan timbul sakit hati. Inilah yang kemudian memicu kemarahan pada orang yang mencela lantaran emosi yang tersulut.

"Kemarahan tersebut bisa bertahan hingga pemilihan presiden usai. Ini karena sakit hati tersebut sudah ada dalam taraf personal, bukan hanya pada hal-hal yang berkaitan dengan masa kampanye," katanya.

Tentu sangat disayangkan jika tali silaturahim putus hanya karena pilpres. Sani menyarankan supaya orang-orang yang sudah telanjur memutuskan hubungan pertemanan untuk berpikir lebih realistis.

"Pada dasarnya tujuan seseorang untuk mendukung seorang calon presiden adalah untuk kemajuan bangsa dan negara. Dengan berpikir realistis, orang akan lebih mudah untuk menerima dan menetralisasi sakit hatinya," ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com