Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketika Siswa Berkebutuhan Khusus Menjadi "Dokter Lubis"

Kompas.com - 22/05/2015, 16:19 WIB

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Menanamkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) sangat efektif jika dilakukan pada anak-anak di sekolah. Bukan hanya untuk anak-anak yang sehat dan normal, anak berkebutuhan khusus juga bisa diajarkan PHBS. Para "dokter lubis" di SLB Bangun Putra, Bantul, Yogyakarta, adalah contohnya.

Yudha (15) sedang mempraktikkan cara penanganan luka ringan pada pergelangan tangan "pasiennya", Alvin (13) yang merupakan teman sekelasnya. Yudha membersihkan bagian yang "luka" dengan alkohol dengan teliti, lalu ia mengambil plester dan perban kemudian menutup "luka" itu. "Sudah selesai, kalau masih sakit ke puskesmas ya," kata Yudha kepada "pasiennya".

Yudha dan Alvin merupakan siswa di SLB Bangun Putra, Bantul, karena merupakan penyandang tuna grahita ringan. Mereka merupakan bagian dari Dokter Lubis atau dokter cilik luar biasa yang dalam 8 bulan terakhir ini mendapat pelatihan dokter cilik. Ada 10 anak di SLB ini yang menjadi dokter lubis.

Selain penanganan luka ringan, para dokter lubis itu juga mendapat pelatihan mengenai PHBS, misalnya cara menyikat gigi dan mencuci tangan yang baik dan benar, makanan bergizi, dan juga kebersihan diri.

Meski memiliki keterbatasan, namun para dokter lubis ini ternyata bisa mempraktikkan teori-teori PHBS yang diajarkan. "Saya juga sudah tahu menangani orang yang pingsan," kata Yudha bangga.

Dokter Siti Marlina dari Puskesmas Pengasihan 1, Bantul, yang membimbing para dokter lubis itu mengatakan, hambatan terbesar yang ia rasakan adalah soal komunikasi.

"Untuk mengajarkan satu materi, misalnya mencuci tangan yang baik dan benar, kami harus terus mengulang-ulangi. Tapi juga harus dengan cara kreatif biar anak tidak bosan, misalnya dengan poster, alat peraga, dan praktik langsung," kata Marlina ketika menerima kunjungan wartawan di Bantul, Kamis (21/5/15).

Utami Dewi, guru di SLB Bangun Putra, mengatakan dari 74 murid SLB tingkat SD dan SLTA di sekolahnya, hanya siswa yang masuk kategori mampu didik (tuna grahita ringan) yang bisa diajarkan menjadi dokter cilik.

"Sasarannya adalah anak yang mampu diajak berkomunikasi dengan baik. Kalau yang anak autis juga bisa, tapi perlu waktu lebih lama untuk mengajarkannya," kata Utami.

Materi yang juga dianggap penting adalah soal kebersihan diri, termasuk untuk siswa dan siswi yang sudah akil baligh atau memasuki masa pubertas.

Program dokter lubis di SLB ini merupakan program dari Puskesmas Kasihan I, Bantul. "Di Yogyakarta, ini adalah program dokter cilik satu-satunya yang diajarkan di SLB," kata Bambang Sulistriyanto, Kepala Puskesmas.

Bambang mengatakan, tujuan utama menjalankan program dokter lubis ini adalah membuat anak-anak SLB lebih mandiri. "Sekarang mereka masih didampingi orangtua, tapi bagaimana nanti kalau sudah tidak ada lagi," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com