KOMPAS.com – Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat angka kematian anak akibat diare menurun dalam dua dekade terakhir.
Namun, diare tercatat masih menjadi penyebab kematian anak nomor dua terbanyak di dunia setelah pneumonia.
WHO mendefinisikan diare adalah buang air besar dengan konsistensi encer atau cair lebih dari sama dengan 3 kali dalam sehari atau lebih dari frekuensi normal seseorang.
Baca juga: Mitos atau Fakta: Antibiotik Digunakan saat Batuk, Diare dan Demam?
Anak-anak yang buang air besar (BAB) sebanyak 3-4 kali sehari tetap tidak cair bisa dikatakan tidak mengalami diare. Mereka baru dikatakan diare apabila konsistensinya lebih cair (air lebih banyak ketimbang ampas) dari biasanya.
Diare terjadi karena lapisan dalam usus “terluka” sehingga usus tidak dapat mencerna atau menyerap makanan dengan baik. Makanan yang tidak tercerna dan terserap ini akan menarik lebih banyak cairan ke dalam saluran usus sehingga konsistensi feses menjadi encer.
Melansir dari Buku Berteman dengan Demam karya dr. Arifianto, Sp.A, & dr. Nurul I. Hariadi, FAAP (2017), dijelaskan bahwa kepanikan atau ketakutan (orangtua) sering kali berujung pada penanganan diare yang tidak tepat hingga berisiko membahayakan kesehatan anak.
Beberapa tindakan orangtua yang dirasa kurang tepat dalam penanganan kasus diare, yakni memberikan obat “pemampat” diare maupun antibiotik tanpa indikasi tepat.
Obat pemampat diare justru dapat memperlambat gerak usus sehingga virus atau bakteri lebih lama berada dalam tubuh.
Baca juga: Diare Tidak Selalu karena Kuman, Ini Penyebab Paling Umum di Indonesia
Selain itu, obat juga bisa memperparah luka di lapisan dalam usus dan menyebabkan cairan dan garam tertahan di dalam saluran usus tanpa diserap kembali oleh tubuh sehingga anak tanpa disadari dapat mengalami dehindrasi.
Sementara konsumsi antibiotik tidak diperlukan karena sebagian besar diare pada anak disebabkan oleh virus.
Dokter Apin, sapaan Dokter Arifianto, menjelaskan sering kali anak mengalami demam atau muntah sebelum atau bersamaan dengan diare. Saat diare, nafsu anak dapat menurun.
Kondisi ini tidak perlu dikhawatirkan selama mereka masih mau minum.
“Penyebab kematian pada anak dengan diare adalah dehidrasi. Jadi yang paling penting dalam menangani diare adalah mengenali risiko dan tanda dehidrasi,” dengan Dokter Apin dan kolega seperti dikutip Kompas.com (13/12/2019).
Dokter Apin dan kolega menerangkan, hampir semua penyebab diare disebarkan melalui jalur fecal-oral.
Maksudnya, kuman (virus atau bakteri) berasal dari feses seseorang yang terinfeksi yang kemudian masuk ke mulut orang lain yang belum terinfeksi. Kuman itu lantas menyerang usus.
Baca juga: Penanganan Pertama untuk Mengatasi Diare