KOMPAS.com –Tuberkulosis (TBC) masih mengancam masyarakat Indonesia. Setiap tahun, kasus penyakit tersebut masih ditemukan di Tanah Air.
Dilansir dari laman tbindonesia.or.id, hingga Oktober 2021, terdapat 443.235 kasus TBC di Indonesia dengan 13.110 kematian. Selain itu, sebanyak 824.000 estimasi kasus TBC yang belum terkonfirmasi.
Penularan yang cepat dan kesadaran masyarakat yang rendah akan TBC membuat angka insiden penyakit ini di Indonesia menjadi salah satu tertinggi di dunia. Sebagai informasi, Indonesia menempati peringkat ketiga dengan kasus TBC terbanyak di dunia, setelah India dan China.
Baca juga: Upaya Eliminasi Tuberkulosis 2030, Tangerang Luncurkan Ransel TBC
Masyarakat Indonesia masih menganggap penyakit yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis tersebut merupakan penyakit ringan dan tidak perlu penanganan khusus. Padahal, penyakit TBC menempati urutan ke-13 sebagai penyebab utama kematian di dunia.
Maka dari itu, masyarakat perlu diberikan edukasi tentang TBC, termasuk gejalanya. Dengan demikian, mereka juga bisa mengantisipasi penularan dan lebih peduli terhadap kesehatan.
Adapun gejala TBC paling umum ditandai dengan batuk terus-menerus selama dua minggu atau lebih. Sayangnya, tak semua masyarakat mewaspadai hal ini. Mereka menganggap gejala tersebut sebagai batuk biasa dan dapat sembuh dengan sendiri tanpa pemeriksaan serta pengobatan.
Baca juga: Tuberkulosis Jadi Penyebab Kematian Tertinggi di Indonesia, Menkes Jabarkan Upaya Penanganannya
Selain itu, permasalahan TBC di Indonesia pun tak kunjung usai karena tiga hal berikut.
1. Adanya mitos terkait TBC
Seperti diketahui, sebagian masyarakat Indonesia masih percaya dengan mitos ataupun hal-hal mistis yang berkembang di daerahnya. Hal ini biasanya dikaitkan dengan berbagai penyakit yang diderita oleh warganya.
Begitu juga dengan TBC. Tidak sedikit masyarakat yang percaya bahwa penyakit ini merupakan kutukan leluhur atau hasil guna-guna seseorang. Alhasil, bukan dibawa ke fasilitas kesehatan, orang dengan TBC justru disarankan untuk melakukan sejumlah ritual agar terhindar dari hal-hal buruk tersebut.
Faktanya, penyakit TBC tidak dapat sembuh dengan ritual yang dijalankan. Penyakit ini bisa disembuhkan dengan perawatan medis dan mengonsumsi obat yang diresepkan secara disiplin.
Baca juga: Tuberkulosis atau TBC: Penyebab, Gejala, dan Cara Penularan
Mitos lain yang berkembang di masyarakat Indonesia adalah TBC merupakan penyakit keturunan. Masyarakat menganggap bahwa seseorang dengan TBC akan menurunkan penyakit tersebut kepada anak dan cucunya.
Faktanya, TBC merupakan penyakit menular yang disebabkan infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis. Penularan bakteri bisa terjadi melalui udara lewat droplet yang dikeluarkan oleh orang dengan TBC saat bersin, batuk, berbicara, bernyanyi, atau tertawa.
2. Stigma negatif orang dengan TBC
Stigma negatif yang menempel pada orang dengan TBC juga membuat kasus TBC di Indonesia tak kunjung usai. Selain harus mengobati penyakitnya, orang dengan TBC juga kerap mengalami diskriminasi. Pasalnya, sebagian masyarakat memiliki stigma negatif terkait penularan penyakit ini.
Akibatnya, orang dengan TBC dijauhi oleh masyarakat sekitar, termasuk keluarga sendiri. Bahkan, beberapa tenaga kesehatan juga enggan memeriksa karena takut tertular TBC.
Baca juga: Ketahui Seluk-beluk TBC untuk Setop Penularannya di Indonesia
Padahal, orang dengan TBC membutuhkan semangat dan dukungan orang sekitar untuk sembuh dan kembali sehat seperti semula.
Agar tidak menulari orang lain, orang dengan TBC perlu menerapkan protokol kesehatan dengan benar, seperti menggunakan masker, menutup mulut ketika bersin dan batuk, serta meminum obat dengan teratur sampai tuntas.
Selain itu, orang yang tinggal satu rumah dengan orang dengan TBC disarankan membersihkan rumah secara teratur, memastikan ruangan memiliki ventilasi dan pencahayaan yang baik, serta memiliki pola hidup sehat agar kondisi tubuh tetap terjaga.
3. Minimnya edukasi
Hal berikutnya yang membuat TBC masih mengintai masyarakat Indonesia adalah edukasi pengobatan yang kurang.
Kebanyakan orang dengan TBC tidak pergi ke fasilitas kesehatan untuk menemui dokter agar dapat mendapatkan penanganan yang tepat. Mereka menganggap bahwa TBC bisa sembuh dengan mengonsumsi obat batuk biasa.
Persepsi dan pemahaman salah tersebut disebabkan oleh edukasi yang minim terkait TBC.
Padahal, orang dengan TBC memerlukan pengobatan dalam jangka waktu tertentu secara tuntas. Orang dengan TBC diharuskan mengonsumsi obat selama 6-24 bulan secara teratur.
Meski gejala sudah hilang selama masa pengobatan, orang dengan TBC tidak boleh berhenti minum obat sebelum waktunya. Sebab, bakteri TBC belum hilang, meskipun gejalanya sudah tidak ada.
Baca juga: Membongkar Deretan Mitos TBC serta Faktanya biar Tidak Salah Kaprah Lagi
Jika berhenti meminum obat atau tidak melanjutkan pengobatan hingga tuntas, bakteri TBC berpotensi kebal terhadap obat yang diberikan. Akibatnya, penyakit TBC menjadi lebih berbahaya dan akan lebih sulit disembuhkan.
Itulah tiga alasan TBC masih menjadi momok bagi masyarakat Indonesia. Sebagai langkah nyata dalam mengedukasi masyarakat mengenai TBC, Stop TB Partnership Indonesia (STPI) bersama Kompas.com menghadirkan Visual Interaktif Premium (VIP) dengan judul “TBC Masih Hantui Indonesia, Bagaimana Solusinya?”.
Lewat konten tersebut, masyarakat bisa mendapatkan penjelasan mengenai sejarah, fakta-fakta, seluk-beluk, dan perkembangan TBC di Indonesia lewat konten multimedia yang ditampilkan secara interaktif serta mudah dipahami.
Untuk diketahui, VIP “TBC Masih Hantui Indonesia, Bagaimana Solusinya?” merupakan bagian dari rangkaian kampanye STPI, yaitu #141CekTBC – 14 Hari Batuk Tak Reda? 1 Solusi, Cek Dokter Segera!
Kampanye tersebut bertujuan untuk menekan angka penularan TBC dengan meningkatkan kesadaran masyarakat akan gejala, penularan, dan bahaya TBC.
Baca juga: Kesadaran Masyarakat Jadi Kunci Indonesia Bebas TBC
Sebagai informasi, kampanye itu juga selaras dengan kampanye Temukan TBC, Obati Sampai Sembuh (TOSS) dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes).
Kampanye #141CekTBC dilengkapi sejumlah fitur, salah satunya fitur Pengingat 141CekTBC. Fitur ini memungkinkan masyarakat menandai gejala TBC, seperti durasi batuk yang dialami.
Jika batuk yang dialami sudah terjadi secara terus-menerus mencapai 14 hari, masyarakat yang menggunakan fitur Pengingat 141CekTBC akan mendapatkan peringatan untuk cek ke dokter segera.
Fitur berikutnya adalah Chatbot 141CekTBC. Dengan fitur ini, masyarakat bisa mengetahui berbagai hal tentang TBC, mulai dari gejala, cara penularan, hingga cara pengobatannya. Fitur ini juga terhubung dengan dokter melalui Halodoc serta komunitas peduli TBC.
Masyarakat bisa memanfaatkan fitur Chatbot 141CekTBC yang dapat diakses melalui WhatsApp di nomor 08119961141 atau situs web 141.stopbtindonesia.org.
Untuk informasi lebih lanjut, silakan kunjungi situs web berikut ini. Bisa juga mengikuti Stop TB Partnership Indonesia melalui akun Instagram, Twitter, dan Facebook.