Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 03/08/2012, 06:06 WIB

KOMPAS.com - Kini, setelah hampir tujuh bulan menetap di desa ini, aku masih belum mengerti bahasa Chichewa. Kosa kata yang aku miliki hanya sebatas mengucapkan terima kasih, menanyakan keluhan dan kondisi pasien, serta memohon maaf bagi keluarga pasien yang tidak bisa aku selamatkan...

Namun satu hal yang membuat aku bangga adalah sekarang aku bisa menyanyikan sebuah lagu berbahasa Chichewa. Sebuah lagu mudah yang dulunya tidak aku pahami maknanya. Aku patut berterima kasih kepada tiga wanita hebat yang juga merupakan rekan kerja aku di daerah terpencil di Afrika ini.

Ketiga wanita ini, lazimnya orang Malawi, berkulit gelap dan selalu menyapa kedatanganku dengan senyuman hangat di klinik persalinan kami. Mereka telah sejak pagi-pagi buta tiba terlebih dahulu, jauh sebelum sang surya menyengat. Sambil menyambut pasien satu per satu, ketiga wanita ini ramah menanyakan kondisi para ibu serta anak-anak.

Tidak, mereka bukan dokter ataupun perawat. Beberapa dari mereka hanya tamatan SD. Namun keahlian dan dedikasi mereka sungguh luar biasa, jauh melampaui jenjang pendidikan mereka. Para ibu yang datang ke klinik persalinan ini merupakan bagian dari Kelompok Pendampingan 3M, Mai ndi Mai ndi Mwana, yang berarti “(Dari) Ibu untuk Ibu dan Anak”.

Setiap pagi, tepat pukul 8.30, aku menyaksikan dan menikmati bagaimana ketiga wanita hebat ini mulai memimpin paduan suara para ibu dan wanita hamil yang mengunjungi klinik kami. Mereka mendendangkan berbagai lagu yang merupakan bagian dari kegiatan pendampingan.

“Tentang apa sih lagu yang anda nyanyikan?” penasaran, akupun bertanya kepada Chifundo, salah satu dari ketiga wanita itu. Aku harus agak berteriak agar bisa didengar Chifundo di sela senandung lagu yang tengah dinyayikan para ibu. Tepukan tangan berirama mengganti kehampaan alat musik yang mengiringi lantunan lagu kelompok paduan suara yang indah ini.

“Lagu ini tentang isu-isu KB dan kesehatan reproduksi,” Chifundo menjawab sambil bertepuk tangan mengikuti melodi, dengan senyumanya yang seakan tak pernah sirna.

Aku terkejut! Ternyata lagu-lagu itu berisi pesan-pesan pendidikan dan moral. Aku bahkan lebih terkejut lagi ketika sadar bahwa setiap harinya lagu berbeda  mereka nyanyikan. “Ada sekitar 20 lagu yang selalu kami nyanyikan bersama-sama, dan semua lagu tersebut berisi berbagai pesan yang menyemangati kaum wanita ” lanjut Chifundo. Mereka bernyanyi bersama untuk saling menguatkan, menyemangati, untuk sejenak menepis masalah yang dihadapi serta menyempatkan diri untuk saling menghargai.

Yang istimewa tentang ketiga wanita ini : merekalah sosok yang dicari dan didatangi oleh para wanita hamil ketika dinyatakan HIV+ pertama kalinya, untuk mendapatkan nasehat dan dukungan moral. Sebagai sandaran bagi para ibu hamil penderita HIV berbagi beban dan kekhawatiran, ketiga wanita ini menawarkan tempat untuk berbagi ketakutan; ketakutan akan masa depan yang mendadak tampak kelam, ketakutan akan berbagai dampak virus HIV yang kini bernaung dalam tubuh mereka, ketakutan akan menjadi korban stigma masyarakat atau bahkan suami sendiri, dan terpenting lagi, ketakutan akan kemungkinan menularkan virus mematikan ini kepada bayi mereka...

Namun ketakutan dan kecemasan sirna ketika suara menenangkan milik ketiga wanita ini terdengar lembut menyentuh aku dan para pasien. “Jangan cemas, kami akan selalu mendukung anda.”

Kalimat itu bukan basa-basi, karena aku tahu ketiga wanita ini sering berjalan kaki sepanjang 10 kilometer menembus jalur-jalur sulit demi mengunjungi desa-desa terpencil yang tidak bisa dijangkau dengan kendaraan – bahkan dengan sepeda pun hampir mustahil. Ini mereka lakukan demi menjangkau dan mengetahui kondisi para ibu hamil pasien program kami yang tidak bisa ke klinik. Sesekali mereka pun harus melintasi hutan menuju kebun dan pertanian untuk menemui dan meyakinkan para suami pasien agar bisa menerima kondisi dan mendukung istri mereka.

Ketiga wanita ini mencoba membawa harapan, harapan bahwa para ibu hamil tidak mewariskan virus mematikan ini kepada bayi mereka. Bahwa masih ada hari esok bagi mereka, bahwa HIV+ bukanlah akhir dari segalanya, bahwa situasi akan lebih mudah bila para ibu hamil ini dapat menerima keadaan dan bahwa stigma tidak akan bertahan selamanya.

Mereka merupakan panutan, karena sebagai Pendamping yang juga mengidap HIV+, ketiga wanita ini mampu bertahan hidup merawat anak-anak mereka yang tidak tertular virus ini.

Dedikasi dan kerja mereka menginspirasi aku, membuat aku semakin mensyukuri kesempatan yang Tuhan berikan sehingga aku bisa mengenal kehangatan mereka di tanah Afrika ini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau