Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 07/03/2013, 09:15 WIB

JAKARTA, KOMPAS - Rumah sakit swasta mengalami dilema menghadapi implementasi Sistem Jaminan Sosial Nasional bidang kesehatan yang akan dimulai Januari 2014. Penyebabnya, besaran premi yang ditetapkan masih rendah.

Demikian disampaikan Noor Arida Sofiana dari Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI) dalam sarasehan Ikatan Dokter Indonesia bertema ”SJSN: Anugerah ataukah Musibah terhadap Mutu Pelayanan Kesehatan bagi Masyarakat”, di Jakarta, Rabu (6/3/2013).

Menurut Arida, besaran premi yang ditetapkan pemerintah Rp 15.500 per orang per bulan menimbulkan keresahan. Sebab, RS swasta tidak mendapat subsidi dari pemerintah.

”RS swasta akan merugi,” ujarnya. Pada prinsipnya, kata Arida, RS swasta mendukung program pemerintah untuk meningkatkan pelayanan kesehatan. Selama ini, RS swasta telah membantu melaksanakan program pemerintah, seperti melayani Jamkesmas, Jamkesda, dan Askeskin.

Namun, besaran premi yang ditetapkan membuat RS swasta dilematis dalam membuat keputusan untuk bekerja sama dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). ”RS swasta juga ingin survive,” katanya.

Implementasi SJSN, kata Arida, diharapkan tidak merugikan para pemangku kepentingan di bidang kesehatan. RS swasta tidak bisa mengembangkan sumber daya manusia (SDM) dan menghargai profesi dokter jika anggaran minim. ”Implementasi SJSN jangan sampai menjadi ancaman terhadap mutu pelayanan kesehatan,” katanya.

Wakil Ketua Komisi IX DPR Soepriyatno mengatakan, besaran premi masih menjadi persoalan mendasar dalam SJSN kesehatan.

Menurut Soepriyatno, alokasi Rp 6.000 untuk akses layanan primer yang berlaku di puskesmas tidak bisa disamakan dengan akses layanan kesehatan swasta. ”Kalau alokasi dana untuk klinik swasta disamakan dengan puskesmas, layanan kesehatan swasta akan hancur,” ujarnya.

Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengatakan, tanpa SJSN pemerintah tidak bisa membina SDM yang bagus. ”Kami menjadikan Jakarta sebagai contoh pelaksanaan SJSN kesehatan dengan BPJS oleh PT Askes,” katanya.

Basuki mengakui kecewa dengan Menteri Keuangan yang menetapkan premi bagi penerima bantuan iuran Rp 15.500. ”Kami maunya Rp 50.000,” ujarnya.

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menetapkan besaran premi kesehatan Rp 23.000 per orang per bulan. Total anggaran yang disediakan Rp 1,2 triliun untuk 4,7 juta jiwa.

Menurut Soepriyatno, besaran premi SJSN tidak akan menjadi persoalan jika pemerintah menjalankan amanat Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. ”Undang-undang mengamanatkan anggaran kesehatan sebesar 5 persen dari APBN dan 10 persen dari APBD. Namun, realisasinya, anggaran kesehatan hanya 2 persen dari APBN,” katanya. (K08)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau