Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 31/01/2014, 11:53 WIB
Rosmha Widiyani

Penulis

KOMPAS.com – Salah satu ujung tombak pelayanan kesehatan primer di Indonesia adalah bidan. Peran bidan tidak terbatas pada membantu upaya kelahiran, tapi juga menjaga kesehatan secara umum dan reproduksi. Peran bidan sangat penting di daerah perbatasan maupun terpencil dengan keterbatasan akses.

Peran bidan sangat penting dalam menentukan keberhasilan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), yang menitikberatkan pada layanan primer. Sayangnya kualitas bidan saat ini makin diragukan. Hal ini terkait dengan masih tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia, yaitu 359 per 100.000 kelahiran menurut data SDKI 2013.

“Kualitas bidan di Indonesia cenderung menurun dibandingkan beberapa waktu sebelumnya. Hal ini harusnya tidak boleh terjadi, mengingat bidan berperan penting memasyarakatkan reproduksi yang sehat untuk menekan AKI,” kata Menteri Kesehatan RI, Nafsiah Mboi, pada temu media peluncuran rekomendasi upaya untuk menekan angka kematian ibu dan bayi baru lahir oleh Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI), di Jakarta, Kamis (30/1/2013).

Penurunan kualitas bidan, kata Nafsiah, terbukti dari sedikitnya jumlah bidan yang lulus uji kompetensi oleh Kementerian Kesehatan RI. Namun Nafsiah tidak menyebutkan berapa jumlah bidan yang lolos uji kompetensi, dan berapa penurunannya dibanding beberapa tahun lalu.

Hal senada dikatakan Ketua Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Emi Nurjasmi, pada Kompas Health. Menurutnya, penurunan kualitas bidan merupakan akibat dari lemahnya pengawasan akademi kebidanan. Sementara akademi kebidanan jumlahnya terus meningkat. Dampaknya, peningkatan jumlah lulusan tidak sebanding dengan mutu yang diberikan.

“Dulu akademi kebidanan berada di bawah pengawasan Kementerian Kesehatan RI sebelum beralih pada Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. Hal inilah yang kemudian mengubah pengawasan. Namun saat ini kita sedang berusaha memperbaiki standardisasi yang dimiliki,” tutur Emi.

Emi mengatakan saat ini terdapat 769 sekolah akademi kebidanan setingkat D3 di seluruh Indonesia. Sayangnya, tidak semua sekolah kebidanan memperoleh akreditasi. Lemahnya pengawasan juga mengakibatkan tiap sekolah kebidanan tidak memperhatikan jumlah siswa. Padahal akreditasi yang merupakan nilai kemampuan sekolah, menentukan jumlah siswa yang bisa memperoleh pendidikan di akademi tersebut.

Emi menjelaskan akademi kebidanan berakreditasi A boleh menerima 100-120 siswa. Sekolah dengan akreditasi B bisa mengampu 80-100 orang. Sedangkan akreditasi selain A dan B hanya boleh menerima 40 mahasiswa.

“Hal ini tidak diperhatikan, akibatnya jumlah siswa makin banyak dengan kesempatan praktik yang terus menurun. Praktik inilah yang menentukan mutu bidan ketika sudah lulus dan mengabdi di masyarakat,” jelas Emi.

Terkait upaya perbaikan yang akan dilakukan, Emi mengatakan, sudah menjalin kerja sama dengan Dirjen Pendidikan Tinggi Kemendikbud RI. Kerjasama tersebut akan memperbaiki sistem akreditasi dan uji kompetensi yang selama ini digunakan. Keduanya diharapkan bisa mengembalikan mutu bidan Indonesia.

“IBI juga mengadakan pembinaan namun hanya untuk bidan non pemerintah, yang disebut bidan delima. Saat ini jumlah bidan di seluruh Indonesia ada lebih dari 250 ribu. Jumlah ini sudah cukup untuk melayani masyarakat, namun kualitas tentunya harus terjaga,” kata Emi.

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com