Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 14/04/2014, 10:26 WIB
Unoviana Kartika

Penulis

Sumber dailymail

KOMPAS.com - Sebagian orang menganggap roti sebagai musuh karena dinilai menyebabkan kembung. Faktanya, 20 persen orang Inggris menghindari roti untuk menghindari kembung. Namun para pakar memperingatkan, dengan melakukan itu ada pula konsekuensi yang harus dibayar.

Para pakar pun sepakat bahwa bukan roti yang menjadi penyebab utama dari kembung, melainkan pasta. Roti juga tidak membuat gemuk, tergantung dari bahan pangan lain yang mendampinginya saat dimakan.

Menurut peneliti, memilih untuk tidak makan roti atau dikenal dengan diet bebas gluten, justru meningkatkan risiko kekurangan nutrisi penting, seperti serat, zat besi, dan kalsium. Ini karena roti merupakan salah satu sumber terbaik dari nutrisi-nutrisi tersebut.

Faktanya, produk-produk bebas gluten justru mengandung bahan-bahan adiktif yang lebih tinggi, seperti lemak jenuh dan gula. Ayela Spiro, dari British Nutrition Foundation mengatakan, sebuah studi dari University of Bristol menunjukkan roti memproduksi gas yang penyebab kembung yang lebih sedikit dibanding pasta.

Mengamini pernyataan tersebut, Sue Baic dari British Dietetic Association menambahkan, roti juga kerap disalahartikan sebagai penyebab kegemukan. "Roti tidak menyebabkan kegemukan, isi di dalamnya lah yang mungkin," tegasnya.

Dua potong ukuran rata-rata roti mengandung 190 kalori dengan 2 gram lemak. Namun mengoleskan margarin atau mentega di atasnya melipatgandakan kalorinya menjadi 334 kali dan 16 gram lemak. Ditambah lagi, penambahan mayones akan meningkatkan kalorinya menjadi 600 dengan 34 gram lemak.

Lantas, kenapa sebagian orang tetap mengalami kembung setelah makan roti? Pakar gastroenterologi, fisioterapis, dan penasehat kesehatan Nick Read mengatakan, kembung merupakan kondisi lambung menjadi lebih sensitif untuk merasakan gas perut. Sehingga bukan berarti produksi gas perut meningkat.

"Faktor risiko yang mungkin untuk kembung antara lain obesitas, cemas atau depresi, tidak aktif bergerak, konstipasi, atau pramenstruasi, dan sindrom iritasi usus, terlalu banyak makan karbohidrat fermentasi," jelasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau