"Nyeri itu sebagai tanda untuk menghindar dari penyakit atau bisa jadi tanda penyakit. Nyeri bisa jadi penyakit kalau menetap rasa nyerinya," ujar dokter spesialis anastesi Dwi Pantja Wibowo dalam Pfizer Press Circle di Jakarta, Selasa (8/9/2015).
Pantja menjelaskan, terjadinya nyeri sangat ditentukan oleh sejumlah faktor, seperti usia, jenis kelamin, suasana hati, hingga ciri kepribadian. Pada wanita, misalnya, keluhan nyeri biasanya terjadi saat datang bulan atau menstruasi.
Sekretaris I Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Anestesi dan Terapi Intensif (Perdatin) itu mengungkapkan, keluhan nyeri paling sering ditemui ialah di bagian kepala, tulang, dan otot. Nyeri sering kali dianggap sepele karena bisa tiba-tiba hilang dengan sendirinya atau hilang setelah minum obat.
Kebanyakan orang mengatasi nyeri dengan obat antinyeri atau analgesik yang dijual bebas di pasaran. Perlu diingat, meski obat antinyeri dijual bebas, pemakaian analgesik pun harus diperhatikan dengan tepat dan benar. "Saat beli obat pasti ada petunjuknya. Itu dibaca dulu sebelum minum obat," kata Panjta. Jika nyeri terus berulang atau minum obat tidak mengurangi rasa nyeri, menurut Pantja, sebaiknya periksakan diri ke dokter untuk mengetahui penyebab nyeri.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.