Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Zat Doping yang Dilarang Digunakan Atlet Selama Olimpiade

Kompas.com - 14/08/2016, 13:45 WIB
Dian Maharani

Penulis

KOMPAS.com - Meski dilarang, sejumlah atlet di dunia masih menggunakan doping. Dalam ajang Olimpiade Rio de Janeiro 2016, para atlet pun menjalani tes doping. Mereka yang positif menggunakan doping akan dilarang mengikuti pertandingan.

Psikolog dan juga Direktur Appearance and Performance Enhancing Drug Program di Mount Sinai Health System, New York City, Tom Hildebrandt mengatakan, banyak yang menilai penggunaan doping wajar dilakukan oleh atlet, karena sebagian besar menggunakannya. Padahal meningkatkan performa atlet menggunakan doping tidak dibenarkan.

Badan Anti-Doping Dunia (WADA) pun memaparkan zat maupun metode doping yang dilarang digunakan selama kompetisi, bahkan meski atlet tidak sedang bertanding.

Peraturan WADA ini tak hanya untuk ajang dunia di Olimpiade, tetapi juga Piala Dunia FIFA, Tour de France, dan kompetisi internasional lainnya.

Berikut beberapa zat maupun metode pemberian doping yang dilarang oleh WADA, seperti dikutip dari Livescience

1. Agen anabolik

Penggunaan agen anabolik dilarang karena dapat meningkatkan kinerja atlet. Salah satu kelompok obat ini, steroid androgenik bekerja dengan mengikat reseptor androgen tubuh.

Ketika suatu senyawa berhasil mengikat reseptor, menjadi sinyal ke tubuh untuk meningkatkan kekuatan otot. Efek lainnya, dapat meningkatkan kecepatan atlet.

Steroid dapat meningkatkan jumlah protein yang membantu melindungi sel-sel otot selama latihan intens.

2. Hormon pertumbuhan dan peptida

Hormon pertumbuhan merupakan zat yang utama untuk pembentukan tulang dan otot. Zat lain yang sejenis, yaitu erythropoietin atau dikenal EPO. EPO akan memberikan sinyal pada tubuh untuk memroduksi sel darah merah.

Menurut WADA, sel darah merah dapat membawa lebih banyak oksigen ke otot sehingga meningkatkan kinerja atlet. EPO ini juga sering disebut "doping darah". WADA juga melarang metode "doping gen" dengan modifikasi genetik.

3. Beta-2 agonis

Beta-2 agonis biasanya ditemukan di inhaler untuk penyakit asma. Zat ini berfungsi untuk mengendurkan otot-otot saluran bronkial (yang menghubungkan tenggorokan ke paru-paru) ketika terserang asma.

Namun, WADA pun tidak mengiziinkan pemakaian inhaler pada atlet yang asma. Beta-2 agonis yang penggunaannya tidak dihirup, dapat memberikan efek mencegah kerusakan otot. Dengan memblokir kerusakan otot, daya tahan tubuh atlet akan meningkat.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com