KOMPAS.com - Keluarnya darah dari rahim sering membuat para ibu hamil khawatir. Pasalnya, perdarahan hebat di trimester pertama kehamilan bisa disebabkan karena keguguran.
Keguguran yang dialami seorang wanita sebelum usia kandungan mencapai 20 minggu sering terjadi karena janin tidak berkembang secara normal.
Keguguran ditandai dengan kram pada perut bagian bawah, nyeri punggung yang parah, kontraksi, demam, penurunan berat badan, dan terjadi perdarahan hebat.
Perdarahan akibat keguguran biasanya sulit diatasi, namun obat-obatan atau prosedur seperti dilatasi dan kuretase dapat mencegah beberapa jenis komplikasi.
Selain keguguran, ibu hamil juga punya risiko perdarahan karena kondisi berikut.
Perdarahan implantansi
Implantansi merupakan proses alami saat sel telur yang sudah dibuahi menempel pada dinding rahim.
Perdarahan yang muncul karena implantansi biasanya berupa bercak-bercak atau flek darah yang umumnya terjadi sekitar 7-14 hari setelah adanya pembuahan.
Pendarahan implantasi dapat terjadi berdekatan dengan jadwal menstruasi sehingga banyak wanita yang menganggap kondisi tersebut merupakan perdarahan menstruasi.
Anda bisa mengetahui bahwa darah tersebut berasal dari proses implantansi dengan mengenali ciri berikut.
Hubungan seksual
Saat menjalani kehamilan hormon kehamilan menyebabkan serviks menjadi lebih sensitif dari biasanya.
Hal ini karena suplai darah ke vagina dan leher rahim meningkat cukup cepat saat ibu hamil.
Berhubungan seksual di masa kehamilan bisa menyebabkan timbulnya bercak-bercak darah. Kondisi ini terbilang normal.
Kendati demikian, ibu hamil wajib waspada apabila perdarahan disertai nyeri pada perut bagian bawah yang tidak tertahankan serta demam.
Segera temui dokter apabila mengalami hal tersebut. Biasanya, dokter akan melakukan pemeriksaan ultrasound di perut atau transvaginal untuk mengetahui penyebab perdarahan.
Plasenta previa
Plasenta previa adalah sebuah kondisi ketika plasenta atau ari-ari tidak kunjung bergerak ke atas seiring bertambahnya usia kehamilan hingga waktu persalinan akan tiba.
Kondisi ini bisa terjadi pada ibu yang pernah melahirkan dengan operasi caesar, kuretase, merokok, hingga kehamilan bayi kembar, hingga posisi janin sungsang atau lintang.
Umumnya, plasenta previa muncul di tengah atau akhir kehamilan dan dideteksi melalui pemeriksaan USG dan MRI untuk melihat posisi plasenta secara lebih jelas.
Gejala utama plasenta previa berupa keluarnya darah merah cerah dengan volume bervariasi, bisa sedikit atau banyak.
Perdarahan yang terjadi karena plasenta previa biasanya tidak menimbulkan rasa sakit, namun bisa dibarengi dengan kontraksi ringan hingga berat.
Plasenta previa termasuk kondisi yang perlu perhatian ekstra sehingga ibu hamil harus segera ke rumah sakit.
Bila ibu hamil mengalami perdarahan hebat dan berulang, dokter akan menyarankan agar bayi dilahirkan secepatnya melalui operasi caesar.
Sementara itu, jika usia kandungan kurang dari 36 minggu, ibu hamil akan diberikan suntikan obat kortikosteroid terlebih dahulu untuk mempercepat pematangan paru-paru janin kemudian melakukan bed rest total.
Kehamilan ektopik atau hamil di luar kandungan
Kehamilan ektopik adalah kehamilan yang terjadi di luar rahim. Telur yang dibuahi tidak dapat bertahan hidup di luar uterus, alhasil bisa menyebabkan perdarahan.
Kehamilan di luar kandungan bisa disebabkan oleh banyak faktor, seperti genetik, ketidakseimbangan hormon, peradangan akibat infeksi atau prosedur medis, dan perkembangan organ reproduksi yang tidak normal.
Kehamilan ektopik adalah kejadian langka di Indonesia, namun butuh penanganan cepat dan tepat. Pasalnya, kondisi ini dapat merusak organ terdekat dan menyebabkan kehilangan darah yang mengancam jiwa.
Gejala kehamilan ektopik selain perdarahan yaitu nyeri perut yang mirip dengan gejala usus buntu yang bermula di sekitar pusar lalu berpindah ke sisi kanan perut bagian bawah, mual dan muntah, demam, hingga kehilangan nafsu makan.
Jika diketahui terjadi kehamilan ektopik, meski belum pecah (kehamilan ektopik belum terganggu), disarankan untuk dikeluarkan dengan laparatomi atau operasi. Pada kasus-kasus tertentu bisa menggunakan oba-tobatan methotrexate.
Solusio plasenta
Dilansir dari Mayo Clinic, solusio plasenta merupakan komplikasi kehamilan yang berupa pelepasan sebagian atau seluruh plasenta dari dinding rahim sebelum proses persalinan.
Ibu hamil dengan hipertensi, sering konsumsi alkohol, ketubah pecah dini, merokok, berusia kurang dari 20 dan lebih dari 35 tahun berisiko mengalami solusio plasenta.
Selain perdarahan, solusio plasenta ditandai dengan gejala nyeri rahim sedang-berat dengan kontraksi hingga kejang, peningkatan denyut nadi ibu, hingga pembekuan darah atau disebut hipofibrinogenemia.
Kondisi ini bisa menghentikan pasokan nutrisi dan oksigen ke rahim sehingga membuat janin gagal berkembang secara sempurna, atau bahkan meninggal dunia sebelum dilahirkan.
Komplikasi ini bisa terjadi pada usia kehamilan berapa pun, namun paling sering terjadi setelah 20 minggu kehamilan, khususnya saat trimester ketiga.
Menurut American Pregnancy Association, penanganan terhadap solusio plasenta dilakukan dengan melihat seberapa parah kondisi ibu hamil.
Pada kasus pelepasan sebagian plasenta, dokter merekomendasikan ibu hamil untuk istirahat total dan menambah asupan nutrisi. Kemudian untuk kasus berat, transfusi darah menjadi langkah pertama untuk mengatasi solusio plasenta.
Jika kondisi memungkinkan, akan dilakukan instruksi melahirkan secara normal. Namun, kelahiran prematur bisa terjadi karena kondisi ini.
https://health.kompas.com/read/2022/06/07/180000968/ketahui-penyebab-perdarahan-saat-hamil-belum-tentu-keguguran-