Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketika Semua Bisa Berubah di Kartu Pemilih

Kompas.com - 13/04/2008, 12:29 WIB

DEPOK, MINGGU - Bertha berseru ketika nama anaknya Dinata dipanggil berbeda dengan nama seharusnya. Nama Dinata tercatat Adinata dalam kartu pemilihnya. "Salah tuh pak namanya, saya juga nih, masak dibikin laki-laki, orang jelas-jelas namanya Bertha," ujar Bertha di lokasi TPS 72 di Perumahan Griya Depok Asri, Minggu (13/4).

Kasus Bertha dan anaknya tidak hanya jadi satu kasus di RW 24. Banyak kasus kesalahan yang terjadi berkaitan dengan identitas pemilih yang tertulis di kartu pemilih. Ketua Panitia Pemungutan Suara TPS 72 Dana Kadmirah, menyebutkan, kesalahan-kesalahan tersebut bukan saja kesalahan nama dan jenis kelamin, tapi juga tempat dan tanggal lahir.

"Istri saya, namanya tuh Muhimiratul Umuri, ditulisnya Muhimiratulu. Lah kalau orang yang nggak tahu kan jadi sulit dikenali. Terus ini, masa lahir di Jakarta, ditulisnya di Semarang," ujar Dana sambil menunjukkan kartu pemilih salah satu warganya yang baru datang ke TPS, Minggu (13/4).

Kesalahan ini jelas membuat Dana dan beberapa panitia yang lain geleng-geleng kepala. Dana menduga tidak ada sama sekali pemutakhiran data yang dilakukan oleh KPUD Depok. "Saya bingung sama KPUD, saya kira ini data mulai dari pilpres yang lalu kali ya," tukasnya.

Tidak ada pembaharuan data pemilih ini menurut Dana akhirnya menyebabkan dari 538 pemilih yang terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT), tidak lebih dari 400 kartu yang dapat terdistribusikan. "Bayangin aja, alamatnya ada, pas kita samperin, bukan itu orangnya, bahkan yang tinggal di situ sekarang nggak kenal dengan nama tersebut," tandasnya.

Menurut keterangan Ketua RT 8, Toto Kertopati, dari 120 kartu yang diserahkan kepadanya, hanya 53 kartu yang sampai ke tangan warga yang terdaftar. "Sisanya nggak terdistribusikan, ada yang udah pindah, ada yang jual rumahnya, jadi tidak tinggal di situ lagi," ujarnya.

Bertha yang tadi tercatat berjenis kelamin laki-laki kemudian mengakui ada dua orang lagi yang tinggal di rumahnya namun tidak mendapatkan kartu pemilih. "Padahal mereka sudah terdaftar di KK-nya sejak tahun 2005, kata pak satpam di sana sih ini karena berdasarkan data yang lama," ujarnya bingung.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com