Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cara Mengenali dan Bersahabat dengan Lupus

Kompas.com - 05/03/2009, 12:32 WIB

JAKARTA,RABU - Tidak banyak orang mengetahui apa itu penyakit lupus. Padahal penyakit yang nama lengkapnya Systemic Lupus Erythematosus (SLE) ini sangat berbahaya dan mematikan. Tidak main-main, sampai hari ini lupus belum ada obatnya, dan mereka yang terkena tingkat kesembuhannya 0%.

Hal tersebut dikatakan juru bicara Yayasan Lupus Indonesia (YLI) yang juga odapus (orang dengan lupus) Ayu Bisono di Jakarta. "Saya tahu kalau saya kena lupus tahun 1994 setelah datang ke hematolog untuk periksa darah. Tapi gejalanya sudah saya rasakan sejak tahun 1988," kata Ayu.

Ia menjelaskan selama enam tahun dari tahun 1988-1994, ia mencoba memeriksakan gajala penyakit apa yang sedang ia alami kepada beberapa dokter penyakit dalam. Sampai-sampai sumsum tulang belakang juga diperiksa, tetapi tidak juga katahuan penyakit apa yang bersembunyi di tubuhnya. "Akhirnya dokter hanya mengatakan kalau saya hanya stres saja," kata Ayu.

Kasus di atas, kata Ayu, hanya salah satu dari banyak kasus serupa di banyak tempat. Karena ketidaktahuan dan salah penanganan menyebabkan banyak penderita penyakit ini akhirnya meninggal. Untuk itulah YLI dibentuk. Kegiatan utama YLI adalah mensosialisasikan penyakit lupus kepada masyarakat luas dan para dokter umum. Kok, dokter juga?

Menurut Ayu, para dokter umum adalah garda terdepan dalam penanganan penyakit lupus ini. Para odapus yang ingin memeriksakan kesehatannya biasanya datang kali pertama kepada mereka. "Tapi sayang mereka ini banyak yang tidak memahami penyakit lupus, karena gejalanya seperti penyakit biasa. Dalam kuliah (kedokteran) memang diajarkan, tetapi tidak ada spesialisasi lupus sebagaimana misalnya kanker. Dokter yang tahu soal lupus itu karena ia belajar sendiri," kata Ayu.  

Gejala lupus ini sangat umum sehingga kerap menipu para dokter dalam proses diagnosa. Berikut adalah gejala awal penyakit lupus: sakit pada sendi/tulang, demam hampir 38 derajat celcius, bengkak pada sendi, lelah berkepanjangan, ruam pada kulit, anemia, gangguan ginjal, sakit di dada saat tarik napas dalam, ruam bentuk kupu-kupu melintang pada pipi dan hidung, sensitif pada matahari/ sinar, rambut rontok, gangguan abnormal clotting darah, jari menjadi putih dan/atau biru saat dingin, sariawan, dan stroke.  

Dari hasil survei yang dirilis oleh YLI ditemukan 9 dari 10 odapus adalah perempuan dan berusia produktif, mulai umur 16-60 tahun. Hanya 10% dari odapus memiliki saudara dekat yang juga terkena atau mungkin terkena lupus. Serta hanya 5% saja dari bayi odapus berkemungkinan akan terkena penyakit ini.

Selanjutnya rilis YLI tersebut menyatakan 5 juta orang di seluruh dunia terkena lupus dan 100.000 kasus baru terjadi setiap tahunnya. Peningkatan angka kematian akibat lupus hampir 60% dalam 20 tahun terakhir. Untuk kasus Indonesia, ada 8.000 odapus yang sebagian besar di pulau Jawa, karena minimnya informasi di daerah lainnya.

Lupus bukanlah penyakit menular. Lupus adalah suatu penyakit sistem imunitas tubuh yang karena sebab-sebab yang belum diketahui telah memproduksi antibodi yang menyerang jaringan tubuh sendiri yang sehat, yang akan dapat menyebabkan kerusakan jaringan tersebut, kegagalan fungsi organ, cacat dan bahkan kematian. Seharusnya antibodi melindungi bagian vital tubuh dari bakteri atau virus, tetapi malah berbalik menghancurkan bagian vital tersebut. Bagian vital yang dimaksud seperti ginjal, jantung, paru-paru, otak, darah, dan kulit.

Sampai saat ini belum ditemukan apa yang menyebabkan lupus. Diperkirakan penyakit ini sebagai suatu kombinasi dari ketidaksempurnaan gen dan faktor-faktor pemicu. Faktor pemicu tersebut bisa infeksi, antibiotik , sinar ultraviolet, stres, beberapa obat, dan hormon. Faktor hormonal ini dapat menjelaskan mengapa lupus lebih sering muncul pada perempuan dibandingkan dengan pria.

Keseriusan penyakit lupus ini ditunjukkan dengan fakta bahwa lupus belum bisa disembuhkan. Itulah mengapa mereka yang kena lupus disebut orang dengan lupus (odapus) artinya yang bersangkutan selalu bersama dengan lupus dalam hidupnya.

"Sudah dua tahunan saya masuk dalam masa remisi," kata Ayu. Masa remisi adalah masa odapus tidak memerlukan obat. Pada masa ini odapus dalam keadaan stabil. Namun, kata Ayu, suatu saat bisa saja lupus kembali aktif. Untuk mengetahuinya kita mesti perhatikan beberapa gejala di atas.

"Beberapa hari terakhir ini saya merasa lupus bergerak aktif. Ada sariawan yang sudah muncul dan rambut saya sudah mulai rontok," kata Ayu. Menurut Ayu, jika salah satu atau beberapa gejala lupus sudah mulai muncul berarti lupus mulai aktif dan kita mesti off. Jika masuk dalam fase ini odapus mesti ke dokter dan mulai lagi masuk dalam pengobatan.

Lupus tidak bisa disembukan, sebagaimana dikatakan Ayu, tetapi jika telah mengenali dan bersahabat dengannya maka kita akan selamat. Terkena lupus bukan berarti telah kiamat. Obat yang biasa diberikan kepada odapus seperti obat non-steroidal anti-inflammatory (NSAIDs), acetaminophen, kortikosteroid, antimalaria, dan immunomodulating.

Untuk itu, mari kita terima lupus apa adanya dan sambut dia dengan pola hidup yang benar. Para odapus sebaiknya terus melakukan kontrol berkala ke dokter, minum obat secara teratur. Biasakanlah gaya hidup yang sehat, seperti mengasup nutrisi seimbang, olahraga dan istirahat yang cukup, berpikir positif, mengolah stres dengan baik, jangan terlalu lelah, hindari rokok dan sinar matahari , hindari situasi yang berpotensi menimbulkan stres. Yang terakhir dan sangat penting bagi odapus adalah mendapatkan dukungan psikososial dari keluarga dan lingkungan.  

"Alhamdullilah, saya merasa didukung dan dikuatkan oleh keluarga. Saya juga memiliki dokter yang mengerti saya dan lupus yang ada di dalam tubuh saya," kata Ayu yang telah berteman dengan lupus selama 21 tahun ini.

Dukungan itu semakin terasa hangat olehnya ketika 10 perempuan profesional mendaki Gunung Kilimanjaro di Tanzania pada 18 Februari 2009 dan sampai pada Uhuru, puncak tertingginya (5.895m dpl) pada 22 Februari 2009. Pendakian yang mengusung tema "Kilimanjaro for Lupus" ini sengaja dilakukan untuk menyiarkan seluas mungkin kepada masyarakat apa itu lupus.

Kami berharap apa yang kami lakukan mendapat respons dari banyak pihak. Selain menjadi tahu apa itu lupus, semoga mereka yang mendengar dan melihat kami tergerak hatinya untuk mendonasikan sebagian dari harta miliknya kepada YLI. "Pada tahun 2006 ketika kami mendaki puncak Kalla Pathar di Himalaya, kita mendapat Rp 100 juta," kata Amalia Yunita, salah satu pendaki.

Donasi yang diterima YLI, kata Ayu, digunakan untuk dua kegiatan utama. Pertama, untuk membiayai kegiatan sosialisasi kepada masyarakat dan dokter di banyak tempat secara bertahap. Kedua, untuk membantu odapus (orang dengan lupus) yang kurang mampu.  

 

 

 

 

 

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com