Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

12.000 Pengidap AIDS Belum Terlayani ARV

Kompas.com - 24/03/2009, 19:13 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Berdasarkan data UNAID 2008, estimasi jumlah orang terinfeksi HIV di Indonesia 270.000 orang. Sesuai perhitungan internasional, 10 persen di antaranya pengidap AIDS, yakni 27.000 orang. Saat ini baru 15.000 orang terjangkau pengobatan antiretroviral atau ARV. Artinya, 12.000 orang belum terlayani ARV.

”Menurut Departemen Kesehatan, stok ARV ada sampai empat tahun ke depan, kecuali ada pemotongan anggaran,” kata Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Nasional Nafsiah Mboi di Jakarta, Senin (23/3).

Menurut Nafsiah, sekarang Indonesia menjadi anggota program sukarela untuk pembelian ARV yang dijadikan satu. Program ini dilakukan Clinton Foundation.

”Karena Clinton Foundation membeli dalam jumlah banyak, harganya jauh lebih murah. Tahun ini sudah kami mulai,” katanya.

Masih terbatas
Sampai saat ini, penggunaan obat ARV di Indonesia terbatas, baru menjangkau 15.000 orang.

”Kombinasi tiga obat ARV dinyatakan bermanfaat dalam terapi infeksi HIV pada tahun 1986,” kata Koordinator Layanan HIV/ AIDS FKUI/RSCM, Prof Samsuridjal Djauzi, pada simposium dan workshop bertajuk ”HIV Infection in Infants and Children in Indonesia: Current Challenges in Management” di Jakarta, Senin.

Semula terapi HIV menggunakan mono (Zidovudin/AZT) dan duo (AZT dan 3TC), tetapi hanya bermanfaat sementara yang segera diikuti resistensi. Risiko resistensi terhadap obat ARV tinggi sehingga di samping kombinasi tiga obat (dikenal sebagai highly active antiretroviral treatment/ HAART ) diperlukan persiapan baik untuk menjamin kepatuhan minum obat.

Terapi ARV telah mengubah perjalanan penyakit infeksi HIV. Sebelum era ARV, pengidap yang telah mengalami infeksi oportunistik biasanya hanya dapat bertahan enam bulan sampai dengan dua tahun. ARV telah menurunkan angka kematian, kejadian masuk rumah sakit, dan meningkatkan kualitas hidup.

Pengadaan obat

Tidak lama setelah obat AZT ditemukan tahun 1987, obat tersebut tersedia di Indonesia. Namun, karena harganya mahal, penggunaannya sangat terbatas. Pada 1991 Kelompok Diskusi Khusus (Pokdisus) AIDS FKUI/ RSCM menyelenggarakan program peningkatan akses diagnosis dan terapi AIDS.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com