Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saat Kanker Menyerang Leher Rahim

Kompas.com - 06/04/2009, 19:29 WIB

KOMPAS.com - Mendekati usia kepala empat, Retno Mardiana sibuk berkarir sebagai pegawai negeri sipil sebuah departemen pemerintah dan menikmati peran sebagai istri dan ibu dari satu anak. Namun impian untuk hidup bahagia bersama keluarga tercinta hingga lanjut usia langsung sirna ketika ia divonis menderita kanker leher rahim.

Ancaman kematian membayangi hari-harinya. Rasa sesal karena sebelumnya tidak pernah menjalani tes Pap untuk mendeteksi secara dini penyakit itu pun menderanya. Bahkan, saat mengalami perdarahan usai berhubungan intim dengan suaminya maupun ketika terserang keputihan, ia mengabaikan tanda-tanda itu sampai berbulan-bulan lamanya.

"Karena tidak ada keluhan fisik yang berarti, saya merasa dalam kondisi sehat dan tetap bisa beraktivitas seperti biasa," ujar Retno. Apalagi, saat itu perhatiannya tercurah untuk mendampingi anaknya yang tengah sakit dan harus menjalani pengobatan. Namun, lambat-laun keluhan keputihan dan perdarahan yang dialami bertambah parah.

Setelah anaknya sembuh, ia menceritakan masalah kesehatan yang dialaminya kepada pendeta yang selama ini jadi pembimbing rohaninya dan dianjurkan segera memeriksakan diri ke dokter. Setelah menjalani tes Pap, ia dirujuk untuk didiagnosis lebih lanjut ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo.

Usai mengikuti serangkaian pemeriksaan, ia dinyatakan positif menderita kanker leher rahim stadium 1b dan harus segera dioperasi. Begitu pulang saya langsung menang is, serasa dunia runtuh, ini adalah akhir dari segalanya. Ternyata suami sudah menduga kalau saya kena kanker setelah mendapat informasi dari televisi dan membesarkan hati saya , tuturnya.

Atas dukungan keluarga, semangat hidupnya bangkit. Ia lalu memutuskan menjalani operasi untuk mengambil jaringan kanker dalam tubuhnya pada tahun 2002 silam. Rahim dan ovarium kirinya diangkat. Usai dioperasi, ia dirawat selamat satu bulan di rumah sakit. Setelah pulang ke rumah ia demam tinggi dan kesulitan buang air kecil, ternyata ada inkubasi bakteri yang harus diobati.

Hingga kini ia tetap kontrol ke dokter dan tes Pap secara rutin untuk mendeteksi bila ada pertumbuhan sel yang tak normal. Dua tahun silam, ditemukan ada kista sehingga satu ovarium yang tersisa akhirnya diangkat. Meski demikian, Retno tak henti-hentinya mengucap syukur karena bisa bertahan hidup, kembali bekerja, dan membesarkan putrinya yang telah beranjak dewasa.  

Berisiko  

Kanker leher rahim adalah pertumbuhan sel atau jaringan tak terkendali yang menyebabkan benjolan atau tumor pada leher rahim atau serviks. Pada tahap awal, sel pada leher rahim atau pintu masuk ke dalam kandungan berkembang secara abnormal yang disebut tahap pra-kanker, dan bila tidak diobati akan berubah jadi kanker.

Mayoritas kasus kanker serviks disebabkan infeksi human papillomavirus (HPV). Sebagian infeksi HPV pada perempuan menghilang sendiri meski tanpa pengobatan, namun ada juga infeksi yang menetap bertahun-tahun hingga menyebabkan kanker. Sejauh ini ada lebih dari 100 jenis HPV dan 13 jenis di antaranya mampu meningkatkan risiko kanker leher rahim. Namun 71 persen penyebab utama kanker ini terkait infeksi HPV tipe 16 dan 18.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com