Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Apa yang Anda Lakukan Jika Wajah Mendadak Merot?

Kompas.com - 12/08/2009, 11:03 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - “Sesaat setelah operasi saya raba wajah saya. Kejang yang saya derita lima tahun dan menyebabkan wajah merot, sirna sudah.” Begitulah penuturan Shanti Rachman (70) penderita hemifacial spasm asal Bandung di RS Husada Utama Surabaya akhir pakan lalu.

Anda memiliki kelainan seperti diucapkan Shanti Rachman? Dr Sofyanto SpBS akan meluncurkan website www.hfsindonesia.org dan mengadakan gathering komunitas pada 15 Agustus di Twin Plaza Slipi, Jakarta. Yang berminat bisa menghubungi sdr Ferina RS Puri Mandiri Kedoya, Jakarta (telp) 021 5858599 ext 2512/2513.

Bagaimana lanjutan cerita Shanti? Berbagai upaya untuk memulihkan posisi mulutnya, berbagai upaya penyembuhan dulu sudah dilakukannya. Mulai dokter, tusuk jarum, hingga pengobatan alternatif. “Karena ingin sembuh pernah saya ditotok hingga pingsan dua kali,” katanya. “Kami bahkan sudah ke Singapura dan ditawari suntik botox, tapi kami menolak,” sahut Hadi, suami Shanti.

Awal menderita penyakit ini, kenang Shanti, wajahnya terasa kedutan, mata berkedip spontan, dan akhirnya wajahnya merot. Kendati merot ia tidak merasa sakit. “Saya juga tidak malu, wong saya sudah tua, tetapi saya ingin sembuh,” paparnya.

Shanti tidak sendiri. Budiman Lyhan (36) juga mengalaminya. Pria asal Jakarta berprofesi akuntan ini wajahnya juga merot. “Meski tidak sakit, tetapi saya malu dengan kondisi yang saya derita,” katanya. Upaya kesembuhan juga tidak kurang-kurang ia usahakan. “Karena minimnya informasi tentang operasi microvascular decompression ini, sebelumnya saya membayangkan operasi ini sangat menakutkan.

Sampai saya mendapat informasi tentang dr Sofyanto dan mendapat penjelasan yang lebih detail tentang operasi ini, akhirnya berani putuskan untuk operasi,” ujar Budiman. Seperti halnya Shanti, ia akhirnya menemukan kesembuhan dan wajahnya kembali normal.

Kisah pedih ini juga dialami M Arizan Rahmatillah (40) warga Cirebon. “Pernah seluruh wajah saya ditusuk jarum,” cerita Arizan. Ia pernah diterapi dengan obat penenang. Ia juga dilarang diskusi agar wajahnya tidak merot.

“Terakhir disuntik botox, dan ini saya jalani berulangkali, tiap tiga bulan sekali. Ada sedikit hasil, tetapi wajah saya merot kembali. Saya kemudian mendapat informasi di Surabaya penyakit ini bisa sembuh total. Begitu tahu informasi langsung timbul semangat hidup baru,” ungkapnya.

Ketua Komunitas Hemifacial Spasm Indonesia Lilih Dwi Priyanto mengatakan kebanyakan penderita penyakit ini tidak mengetahui informasi tentang penyembuhannya. Untuk itu ia dan beberapa kolega membentuk Komunitas Hemifacial Indonesia dengan tujuan penderita mendapat informasi yang tepat, memberi dukungan mental pasien, dan tak kalah penting menjaga tali silaturahmi baik yang sembuh maupun penderita.

“Pengobatan ini tanpa jahitan, penderita rawat inap 2-3 hari saja,” kata dr M Sofyanto SpBS yang berpraktik di RS Husada Utama Surabaya.

Menurut dia, hemifacial spasm disebabkan pembuluh darah mikro menekan saraf fasialis (saraf motoris wajah, saraf ketujuh) dan berdenyut terus sampai terjadi pelekatan hingga spasme makin berat. Dengan operasi microvascular decompression, keadaan ini bisa diatasi. (rr)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Selamat, Kamu Pembaca Terpilih!
Nikmati gratis akses Kompas.com+ selama 3 hari.

Mengapa bergabung dengan membership Kompas.com+?

  • Baca semua berita tanpa iklan
  • Baca artikel tanpa pindah halaman
  • Akses lebih cepat
  • Akses membership dari berbagai platform
Pilihan Tepat!
Kami siap antarkan berita premium, teraktual tanpa iklan.
Masuk untuk aktivasi
atau
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau