Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pergumulan Sebelum Operasi Plastik

Kompas.com - 07/02/2011, 09:01 WIB

Miranti memutuskan operasi plastik lantaran payudaranya tidak lagi sekencang ketika masih gadis. ”Saya hanya ingin menyempurnakan (payudara), bukan untuk memamerkan apa yang telah diberi Tuhan. Itu sebabnya, saya hanya minta implan yang ukuran proporsional,” kata perempuan yang pernah melahirkan dua anak itu.

Perbaiki bentuk tubuh

Nusraeni Anandi (46) memilih bedah plastik untuk memperbaiki bentuk tubuhnya yang mulai membesar dan tidak nyaman saat beraktivitas. Dia pun makin kesulitan memilih ukuran celana yang pas. ”Keinginan saya tidak berlebihan, saya hanya ingin mengembalikan tubuh saya ke bentuk semula,” katanya.

Dia pun menjalani tummy tuck di Bangkok, Thailand, enam tahun lalu. Lemak di bagian bawah payudaranya disedot hingga 2,5 kilogram. Perutnya kemudian dikencangkan. Tidak hanya itu, dokter juga membuatkan pusar baru lantaran pusar Nusraeni yang lama bergeser.

Bagaimana hasilnya? ”Saya mendapatkan tubuh yang nyaman, enak dilihat, gampang cari ukuran celana, serta percaya diri,” ujar perempuan asal Denpasar yang menghabiskan dana 3.500 dollar AS untuk operasi itu.

Namun, untuk sampai naik ke meja operasi, Nusraeni berpikir beberapa kali, apalagi ketika itu, operasi plastik masih dianggap tabu di Indonesia. Itu sebabnya, dia memilih menjalani operasi di Bangkok, bukan di Jakarta. ”Saya menghindari pembicaraan kanan-kiri,” kata Nusraeni yang bersuamikan laki-laki asal Amerika Serikat.

Harti (44), ibu rumah tangga di Cibubur, memilih operasi plastik karena alasan kesehatan. Dokter mengatakan, dia berpotensi terserang stroke dan jantung lantaran timbunan lemak berlebih di tubuhnya. Harti sempat menjalani diet dan berolahraga. Namun, usaha itu terasa sia-sia. Akhirnya, dia memutuskan membuang timbunan lemak di tubuhnya dengan operasi plastik November lalu. Dia ditangani dokter spesialis bedah plastik Irena Sakura Rini.

Hasilnya? Harti mengaku lebih sehat. Jantungnya kembali normal, napasnya tidak sesak lagi, tekanan darah turun, dan keluhan pusing pun menghilang. Dia juga tidak lagi meminum obat jantung yang sebelumnya pernah dikonsumsi selama 1,5 tahun. Dia merasa tidak sia-sia mengeluarkan uang Rp 63 juta untuk operasi tersebut.

Pasien ”shopping”
Meski merasakan manfaat langsung bedah plastik, Becky tidak punya niat menjalani operasi plastik lagi. Dokter pernah menawarkan operasi penghilangan lemak hanya dalam 15 menit, tapi Becky tegas menolak. ”Ngapain dibedah kalau masih bisa olahraga.”

Nusraeni berharap operasi plastik yang dia lakukan di Bangkok menjadi yang pertama dan terakhir. Pasalnya, operasi seperti itu sakitnya minta ampun. Rasanya, lebih sakit dibandingkan operasi caesar sekalipun.

”Pokoknya menderita deh. Setelah operasi, saya harus tidur telentang selama dua hari. Tidak boleh turun (dari tempat tidur). (Tubuh) diganjal bantal kiri-kanan.” Dia heran jika ada orang yang ketagihan dengan operasi plastik.

Ketagihan operasi? Ya, orang semacam itu memang ada, kata dokter spesialis bedah plastik dan rekonstruksi wajah Enrina Diah. Di kalangan dokter bedah plastik, mereka sering disebut ”pasien shopping”. Mereka ingin mencicipi operasi ini-itu di dokter yang berbeda-beda.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com