Adhadi Praja (23), pemuda asal Garut, Jawa Barat, puas dan bangga bisa menaklukkan kata mahal bepergian ke Pulau Dewata. Ia hanya menghabiskan Rp 500.000 dari Bandung, Jawa Barat, ke Pulau Bali selama tujuh hari perjalanannya pergi-pulang.
”Ya, saya senang sekali. Capai? Tentu saja, tetapi semua itu terbayar dengan jalan-jalan di Bali seperti mimpi saya. Tak terlupakan!” tutur Adhadi.
Uang Rp 500.000 itu untuk perjalanan naik kereta sambung-menyambung dari Bandung ke Yogyakarta dan Banyuwangi, makan selama seminggu, menginap di Losmen Arthawan, Kuta, Bali, selama dua hari dua malam, dan menyewa motor Rp 40.000 per unit per hari.
Di Bali, kalangan backpacker semakin dikenal, terutama di sejumlah penginapan kelas melati. Penginapan di sekitar Jalan Popies I ataupun Popies II, Kuta, menjadi sasaran backpacker karena harganya terjangkau, mulai dari Rp 50.000 per kamar per malam.
Fenomena backpacker, menurut Kepala Program Studi Kajian Budaya dan Media Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Heru Nugroho, merupakan gaya hidup yang bisa dilakoni siapa saja. Namun, tetap ada yang bertahan pada semangat para pendahulu.
Backpacker
Namun, ada juga backpacker ”gedongan” dengan peralatan serta pakaian mewah dan mahal.
”Sekarang saya tidak melihat representasi semangat ideologis dari kaum pendahulu. Sekarang lebih merupakan lifestyle alternative traveling,” ujar Heru.
Nah, pilihan ada di tangan kita. Tak perlu surut langkah berwisata karena minim biaya. Yuk...!