Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berperang Melawan Flu Burung

Kompas.com - 31/01/2012, 07:09 WIB

Kasus terakhir, di Tangerang, sudah diumumkan terinfeksi virus flu pandemik (H1N1-p), tetapi tindakan di RS Tangerang seperti menangani korban flu burung. Berdasarkan informasi keluarga, korban tidak kontak dengan bebek di rumah.

Fatwa otopsi

Berdasarkan kajian korban di negara lain, virus H5N1 tidak hanya menginfeksi saluran pernapasan, tetapi juga seluruh organ tubuh. Korban flu burung meninggal bukan hanya karena badai sitokin yang sangat cepat merusak jaringan pernapasan, melainkan juga infeksi pada beberapa organ (multiorgan failure). Hal serupa tampak pada hewan coba.

Sebetulnya virus flu burung manusia dari Indonesia paling sedikit menghasilkan sitokin dibandingkan virus flu burung negara lain dan virus H1N1-p. Namun, karena korban menunjukkan gambaran sebaliknya, setiap korban perlu diotopsi. Otopsi dan analisis virus pada organ akan membantu mendapatkan informasi perjalanan penyakit (patogenesis) yang penting untuk mencegah korban selanjutnya.

Memang tak mudah melakukan ini karena ada faktor sosial, budaya, dan agama. Diperlukan suatu peraturan atau fatwa agama agar korban flu burung atau penyakit lain yang menular dan mematikan bisa diotopsi.

Proses otopsi dan pengkajian ini memerlukan rumah sakit dan laboratorium khusus. Sebagai negara dengan korban tertinggi, pemerintah wajib menyiapkan fasilitas ini agar segera bisa menanggulangi flu burung. Kita bisa mencontoh Turki, yang sejak 2007 tidak ada korban manusia, dengan menangani penderita secara maksimal.

Penanganan korban sangat tergantung keaktifan penderita. Selama ini di Indonesia flu dianggap penyakit yang tidak membahayakan. Karena itu, perlu kesiapan tenaga medis untuk mengantisipasi penyakit flu burung, dan terakhir kesiapan rumah sakit rujukan. Jika rangkaian ini ada yang terlewatkan, kasus tidak akan tercatat sebagai flu burung. Jadi, jumlah selama ini hanya sebagian kecil saja dan merupakan fenomena gunung es.

Langkah yang bisa dilakukan adalah vaksinasi flu burung pada masyarakat yang berisiko, terutama yang tinggal di segitiga flu burung, yaitu Jakarta, Jawa Barat, dan Tangerang. Pilihan lain, menjual bebas obat antivirus flu (osiltamivir) di toko obat, mengingat obat ini hanya efektif 48 jam setelah terinfeksi.

Agar diagnosis awal tepat, diperlukan tes cepat (rapid test) yang tersedia di puskesmas. Gejala flu burung hampir sama dengan flu lain, bahkan sering dikelirukan dengan penyakit lain, seperti demam berdarah atau tifus. Sementara konfirmasi dengan uji lab (PCR) perlu waktu.

Koalisi virus

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com