Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hidup Sehat untuk Penderita Hepatitis C

Kompas.com - 18/11/2012, 02:54 WIB

DR SAMSURIDJAL DJAUZI

Saya penderita hepatitis C. Saya tertular hepatitis C kira-kira sepuluh tahun yang lalu semasa saya masih duduk di bangku SMA. Waktu itu saya memakai narkoba suntikan, untunglah dapat berhenti setelah sembilan bulan menjadi pemakai. Tak mudah menghentikan kebiasaan menggunakan narkoba, saya harus berkonsultasi dengan dokter spesialis jiwa cukup lama karena saya tidak mau masuk pusat rehabilitasi. Saya berhasil berhenti sama sekali, tetapi ternyata saya sudah telanjur tertular hepatitis C. Saya juga sudah memeriksakan diri untuk HIV dan ternyata hasilnya negatif.

Sekarang saya bekerja di sebuah perusahaan swasta dengan aktivitas yang cukup padat. Pada konsultasi dengan dokter spesialis penyakit dalam, ternyata hepatitis C saya tergolong kronik dan saya sudah boleh masuk dalam terapi interferon. Namun, saya belum bersedia menjalaninya sekarang, dokter mengizinkan karena hasil pemeriksaan ultrasonografi dan fibroscan saya cukup baik. Jadi, tidak perlu memulai pengobatan interferon sesegera mungkin.

Saya menunda pengobatan interferon karena saya mengikuti perkembangan terapi hepatitis C yang semakin maju dan tampaknya tak lama lagi terapi interferon mungkin akan diganti dengan terapi obat yang dapat diminum. Lagi pula saya sedang menunggu agar harga obat interferon menjadi lebih murah karena penggantian biaya berobat di kantor saya terbatas.

Bagaimana cara menjaga kesehatan saya agar hepatitis C saya tak bertambah buruk? Adakah makanan atau minuman yang dianjurkan atau perlu dihindari? Adakah kemungkinan obat interferon semakin murah karena setahu saya penderita hepatitis C kronik di negeri kita cukup banyak? Bagaimana risiko penularan hepatitis C kepada istri apabila saya akan menikah? Karena saya berencana menikah setahun lagi. Terima kasih atas penjelasan dokter.

C di J Jawab:

Menurut survei nasional pada tahun 2007, sekitar 0,82 persen penduduk Indonesia terinfeksi hepatitis C. Jumlah penderita hepatitis C lebih rendah dibandingkan dengan hepatitis B, tetapi kemungkinan menjadi kronik pada hepatitis C lebih besar. Jika hepatitis B atau C telah menjadi kronik ada risiko akan menjadi sirosis hati atau kanker hati. Proses ini dapat dicegah dengan terapi hepatitis C yang baik.

Terapi pilihan untuk hepatitis C dewasa ini adalah terapi dengan suntikan interferon dan obat ribavirin yang digunakan secara peroral. Suntikan interferon yang dianjurkan saat ini adalah jenis peginterferon yang diberikan sekali seminggu. Genotipe hepatitis C di negeri kita yang sering dijumpai adalah genotipe 1. Genotipe 1 biasanya memerlukan terapi yang lebih lama, umumnya memerlukan waktu sekitar 48 minggu. Jika dengan pengobatan selama 48 minggu hasil terapi belum seperti yang diharapkan, terapi interferon dapat diperpanjang.

Sekarang tersedia obat tambahan, seperti telaprevir, yang dapat meningkatkan keberhasilan terapi interferon. Harga obat interferon sekitar Rp 2.500.000, padahal obat harus digunakan dalam waktu lama. Belum lagi biaya konsultasi dokter dan biaya pemeriksaan laboratorium.

Para aktivis hepatitis dan HIV di Indonesia sedang berunding dengan produsen reagen tes laboratorium dan produsen interferon untuk menurunkan harganya agar lebih terjangkau. Hasilnya adalah salah satu produsen interferon yang memasarkan produknya di Indonesia akan memberi potongan harga 25 persen jika pengguna interferon berhasil menyelesaikan pengobatannya dengan baik.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com