Evaluasi tarif Indonesia-Case Based Group (INA-CBG/sistem pembayaran kepada pemberi pelayanan yang dikelompokkan berdasarkan ciri klinis dan pemakaian sumber daya yang sama) mengemuka dalam pertemuan antara Dinas Kesehatan DKI, Komisi E DPRD DKI, dan 16 rumah sakit, Kamis (23/5).
Ke-16 rumah sakit itu sebelumnya mundur dari kerja sama dengan Pemerintah Provinsi DKI tentang Kartu Jakarta Sehat (KJS). Dalam pertemuan itu, mereka menyatakan tidak mundur. Mereka tetap melaksanakan program KJS dengan syarat ada penyesuaian, karena mereka keberatan dengan tarif INA-CBG.
Hanya dua rumah sakit yang tetap menyatakan mundur, yaitu RS MH Thamrin dan RS Admira, karena sudah melayangkan surat resmi.
”Kementerian Kesehatan sudah menyatakan setuju untuk evaluasi. Sebenarnya, tarif untuk rawat jalan dan rawat inap sudah cukup, tetapi untuk tindakan, seperti ICU atau bedah, memang harus disesuaikan,” ujar Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta Dien Emawati.
Rumus penghitungan telah disediakan oleh Kementerian Kesehatan, tetapi penentuan tarif menjadi kewenangan daerah karena disesuaikan dengan kemampuan daerah.
Kecilnya tarif INA-CBG, lanjut Dien, disebabkan belum semua rumah sakit di Jakarta masuk dalam basis data National Center for Case Mix (NCC), yaitu baru 20 persen.
Wakil Ketua NCC Achmad Soebaio mengatakan, tarif INA-CBG sudah berlaku pada program Jaminan Kesehatan Masyarakat di 1.200 rumah sakit di seluruh Indonesia.
”INA-CBG berupa tarif paket. Tarif itu kami hitung dari beberapa rumah sakit di Indonesia. Karena dananya belum mencukupi, masih subsidi, tarif yang diberlakukan baru 75 persen,” katanya.