"Kepedulian dan pencegahan penting menekan kasus gangguan penglihatan," kata Guru Besar pada Ilmu Kesehatan Mata pada Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, Farida Sirlan, di Bandung, Selasa (15/10/2013). Menurut dia, saat ini kepedulian dan pencegahan tersebut belum maksimal dilakukan masyarakat dan pemerintah.
"Akibatnya kasus gangguan penglihatan seperti kebutaan dan low vision masih tinggi," ujar Farida. Diskusi ini merupakan salah satu rangkaian acara memeringati Hari Penglihatan Sedunia 2013. Peringatan ini digelar setiap Kamis pekan kedua Oktober, yang tahun ini jatuh pada 9 Oktober 2013.
Selain diskusi, digelar juga konsultasi mata gratis, pemaparan kisah semangat penyandang low vision dan tunanetra, hingga pameran alat bantu penglihatan. Mengutip data Survei Kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran 1993-1996, Farida mengatakan angka gangguan penglihatan masyarakat Indonesia mencapai 1,5 persen atau 3,6 juta jiwa dari 245 juta penduduk Indonesia.
Penyebab gangguan penglihatan ini, ujar Farida, bervariasi. Antara lain, kelainan refraksi, katarak, glaukoma, hingga infeksi. Di Indonesia, kalangan paling berisiko terkena gangguan penglihatan adalah penduduk usia 50 tahun ke atas dan usia 15 tahun ke bawah.
Farida mengatakan gangguan penglihatan sebenarnya bisa dicegah hingga 80 persen dari total jumlah penderita. Namun, butuh peran serta semua pihak guna mewujudkan hal itu. Langkah pencegahan itu, sebut dia, bisa dimulai dengan saling mengingatkan di masyarakat untuk melakukan pemeriksaan dini kesehatan mata.
Sementara pencegahan oleh pemerintah, lanjut Farida, dapat dilakukan dengan terjun langsung ke lapangan mencari penduduk yang membutuhkan pengobatan. "Harus diakui gangguan penglihatan mata dipicu kemiskinan. Seringkali kemiskinan jug berperan besar menambah jumlah penyandang gangguan penglihatan," ungkap Farida.
Angka kebutaan Indonesia nomor 2 sedunia
Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Tri Hanggoro mengatakan saat ini angka kebutaan di Indonesia, lebih dari 2 juta penderita, adalah nomor dua terbesar di dunia setelah Ethiopia. "Tanggungjawab semua pihak untuk kenali dan lakukan deteksi dini mencegah bertambahnya angka kebutaaan," ujar Tri Hanggoro.
Ketua Yayasan Syamsi Dhuha yang juga penyandang low vision Dian Syarief mengatakan acara ini sengaja dilakukan untuk meningkatkan kepedulian masyarakat. Sebelumnya, juga sempat dilakukan beragam diskusi hingga pelatihan deteksi dini gangguan mata bagi ratusan guru di Jawa Barat.
Syamsi Dhuha adalah lembaga sosial masyarakat yang bergerak dalam pendampingan penyandang lupus dan low vision. "Peran keluarga sebagai benteng terbaik juga kami libatkan. Mereka adalah orang-orang pertama yang bisa memberikan semangat bagi penyandang low vision untuk bangkit kembali," ujar Dian.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.