Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perangi Obat Ilegal, BPOM Segera Rilis Hotline Aduan

Kompas.com - 02/06/2015, 11:13 WIB
Kontributor Ungaran, Syahrul Munir

Penulis


SEMARANG, KOMPAS.com - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) segera merilis hotline untuk menampumg pengaduan dari masyarakat terkait peredaran obat dan kosmetik ilegal melalui transaksi secara online.

Berbicara di Seminar Penggunaan Herbal/Jamu dalam Pengobatan Komplementer Penyakit Degeneratif di pabrik PT Sidomuncul, Ungaran, akhir pekan lalu, Kepala BPOM Roy Sparingga mengakui pihaknya mempunyai keterbatasan sumberdaya untuk mengawasi peredaran obat dan kosmetik di masyarakat. Sedangkan disisi lain, pemasaran obat dan kosmetik ilegal sangat gencar melalui internet.

"Kami akan membuat seperti hotline, agar masyarakat bisa mengadukan. Yang tahu banyak itu kan masyarakat yang sering menggunakan media sosial. Saya ingin masyarakat ini menjadi kepanjangan tangan dalam tanda petik, untuk kepentingan masayarakt juga," kata Roy seperti dikutip dari siaran Pers Humas PT Sidomuncul, Senin (1/6/2015).

Menurut Roy, kebanyakan obat ilegal yang dijual melalui online adalah obat tradisional berbahan kimia obat dan kosmetik palsu. Guna memutus penjualan produk obat dan kosmetik non-register tersebut, imbuhnya, diperlukan terobosan dan kerjasama semua pihak.

"Ini cybercrime, jadi kami akan bekerjasama dengan Polri dan juga interpol. Jadi tugas kami akan meningkatkan kemampuan menangani cybercrime," jelasnya.

Selain menyediakan hotline yang bisa diakses masyarakat serta kerjasama dengan Polri, keseriusan BPOM dalam memerangi peredaran obat dan kosmetik ilegal, terutama yang dipasarkan melalui media online ini juga ditandai dengan studi banding ke beberapa negara yang sudah berhasil menangani masalah peredaran obat dan kosmetik palsu.

Roy mengatakan, dalam waktu dekat pihaknya akan bekerjsama dengan interpol, termasuk regulator di negara tetangga. "Saya baru saja ke Australia dan ke Tiongkok. Melihat bagaimana regulator mereka mengawasi (peredaran obat dan kosmetik). Ini penting sekali dikawal karena bagian untuk perlindungan masyarakat," ujarnya.

Jamu dilindungi

Sementara itu terkait dengan produk jamu atau herbal nusantara, menurut Roy, jamu merupakan warisan budaya Indonesia yang harus dilestarikan. Terlebih konsumsi jamu bukan hanya untuk masyarakat Indonesia, tetapi juga sudah mendunia.

Pemerintah dalam hal ini BPOM, imbuh Roy, berkepentingan untuk melindungi keberadaan jamu asli Indonesia. Untuk itu sangat diperlukan pendampingan teknis dan pengawasan di bidang kosmetika, dan pangan sehingga jamu atau herbal indonesia dapat bersaing di pasar domestik, regional, maupun internasional.

"Kita harus lebih kreatif, lebih sensitif dengan kebutuhan pelaku usaha dan bagaimana mereka usaha mereka berkembang dan produknya aman dikonsumsi, berkhasiat dan bermutu," jelasnya.

BPOM berjanji akan bekerjasama dengan kementerian dan lembaga terkait untuk membantu para pelaku usaha jamu atau herbal agar bisa meregistrasi produk-produknya. Akan tetapi registrasi tersebut dilakukan dengan kaidah yang benar.

"Tentu tidak bisa yang penting cepat, bukan itu. Jadi proses bagaimana dia memenuhi standar itu berlaku, sehingga harus ada pembinaan," pungkas Roy.

Sementara itu Dirut PT Sidomuncul Irwan Hidayat mengatakan, pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dibidang jamu perlu terus dilakukan oleh pemerintah, akademisi, dunia usaha dan masyarakat. Yakni dengan saintifikasi jamu dalam hal ini penelitian berbasis pelayanan kesehatan.

"Salah satunya kami lakukan seminar-seminar herbal. Kami berharap dunia kedokteran memiliki wawasan luas mengenai perkembangan industri jamu, penelitian jamu dan juga penggunaan jamu untuk pelayanan kesehatan," kata Irwan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau