Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 13/09/2015, 16:03 WIB

KOMPAS.com - Hari beranjak siang. Seusai kegiatan pos pembinaan terpadu penyakit tak menular di RW 003, Kelurahan Beji, Depok, Jawa Barat, Kamis (3/9), Iin Triyani (35) mengunjungi rumah sejumlah warga lanjut usia yang tak datang.

 

Saat mengunjungi rumah warga, ia membawa sejumlah peralatan kesehatan. Selain alat pengukur berat badan, Iin juga membawa alat pengukur tekanan darah dan buku catatan.

 

Siang itu, ia mengunjungi rumah Ana (60), warga kampung itu, untuk memeriksa kesehatan perempuan lansia tersebut. Melihat kedatangan kader kesehatan itu, Janawiyah (60), tetangga Ana, turut memeriksakan kesehatannya. Ana dan Janawiyah rutin datang ke pos pembinaan terpadu penyakit tak menular (posbindu PTM).

 

Selain ditimbang berat badan, dua perempuan lansia itu juga diukur tekanan darah dan gula darah mereka. Ternyata gula darah Janawiyah mencapai 150 mg/dL, naik dari hasil bulan lalu yang 140. Dua bulan lalu, Janawiyah sempat dirawat di rumah sakit karena gula darahnya mencapai 380 mg/dL. "Saat itu saya lemas, tak sanggup berdiri lagi," tuturnya.

 

Janawiyah mengaku terbiasa mengonsumsi nasi berlebihan. Lalu, Janawiyah dianjurkan beralih mengonsumsi beras merah, ubi, atau singkong, dan melakukan gerakan ringan selama 15 menit setelah makan. "Jangan sampai drop lagi, bu. Pola makan harus diatur," saran Iin.

 

Sementara itu, hasil pemeriksaan kesehatan Ana termasuk bagus. Selain berat badannya turun 4 kilogram, tekanan darah nenek satu cucu itu juga turun. Selama ini ia memiliki riwayat hipertensi. Semua data itu tertulis rapi di catatan kesehatan yang direkap petugas kesehatan.

 

"Saya banyak pantang (makan)," kata Ana dengan logat Betawi. Sejak terdeteksi hipertensi, ia menghindari konsumsi ikan asin, sayur bayam, taoge, dan ikan sarden. Ia juga rutin berjalan kaki setiap pagi.

 

Bagi Ana dan Janawiyah, keberadaan posbindu amat membantu mereka sebagai alat kontrol agar tak menderita penyakit berbahaya. Ana berharap stroke ringan yang dialami temannya, Ruwiyah (67), tak terjadi padanya. "Saya hidup sendiri, jangan sampai sakit," kata Ana.

 

Sejauh ini, ada 15 warga lansia dan 11 pralansia yang rutin memeriksakan kesehatan mereka di posbindu di kampung itu. Masalah kesehatan yang dialami antara lain hipertensi dan asam urat. Jika diperlukan, petugas Puskesmas Tanah Baru memberi obat kepada mereka.

 

Kunjungan ke rumah peserta posbindu menjadi salah satu strategi para kader kesehatan memastikan kondisi para lansia yang ada di lingkungannya.

 

Tetap semangat

 

Iin menuturkan, sejak diadakan pada 2007, posbindu berdampak positif bagi kesehatan lansia. "Saat tahu ada masalah pada tubuhnya, para lansia menjaga diri dan memperbaiki pola hidupnya," ujarnya.

 

Hal itu jadi alasan bagi Iin setia jadi kader kesehatan selama belasan tahun. Padahal, kegiatan posbindu itu masih terkendala dana karena semua biaya diberikan secara swadaya dari masyarakat. "Saya ingin agar semua warga hidup dengan lebih sehat," ujarnya.

 

Pihaknya mematok tarif Rp 11.000 untuk pemeriksaan gula darah dan Rp 15.000 untuk pemeriksaan asam urat dan kolesterol. Dana itu untuk menyediakan strip tes dalam pemeriksaan darah serta kebutuhan lain seperti makanan tambahan dan biaya operasional.

 

Jika hanya mengandalkan dana pemerintah, itu tak mencukupi. Sebab, setiap tahun, posbindu hanya menerima dana Rp 400.000 sebagai biaya operasional. "Kami akan tetap cari dana dan berusaha agar posbindu bisa tetap aktif," kata Iin.

 

Semangat serupa juga tumbuh di kalangan kader kesehatan di daerah lain. Selly Margareta (61), misalnya, menjadikan rumahnya di RT 006, Kelurahan Kota Bambu Selatan, Kecamatan Palmerah, Jakarta Barat, sebagai posbindu PTM sejak 2010. Setelah pensiun, mantan pegawai administrasi keuangan sekolah itu terlibat aktif dalam program berbasis kesehatan di lingkungan tempat tinggalnya.

 

Masyarakat di lingkungan tempat tinggalnya pun antusias mengikuti program itu. Setiap kegiatan, 50-60 warga datang memeriksakan kesehatan mereka. Mayoritas pengunjung berusia di atas 40 tahun.

 

Kegiatan posbindu yang dijalankan enam kader itu digelar pada Rabu setiap awal bulan. Pelayanan yang disediakan, antara lain pengukuran tensi, pemeriksaan gula darah, asam urat, dan kolesterol. Pengecekan gula darah dan asam urat dikenai biaya Rp 10.000 per orang, tes kolesterol Rp 15.000, dan pengecekan tekanan darah gratis.

 

Biaya itu ditetapkan para kader karena posbindu itu tak mendapat dana dari pemerintah. "Alat untuk mengecek gula darah, kolesterol, dan asam urat ini saya beli sendiri. Belakangan, kami baru mendapat alat pengukur tensi dari kelurahan," kata Selly yang juga koordinator posyandu di kelurahan itu.

 

Menurut Selly, perawat yang jadi pembina posbindu tak selalu menghadiri kegiatan itu. "Meski tak ada pembina, kami tetap bergerak setiap bulan," ujar ibu dua anak itu.

 

Namun, tak semua kegiatan posbindu berjalan baik. Di Posbindu Museum Tekstil, Jakarta Barat, misalnya, sejak dua bulan terakhir tak lagi ada kegiatan. Ketua Posbindu Museum Tekstil Rosi Mery Situmeang (50) menjelaskan, mereka tak mengadakan posbindu untuk sementara karena ada kesibukan lain.

 

Posbindu di Museum Tekstil aktif sejak Februari lalu. Kader yang bertugas adalah karyawan museum. Setiap bulan, posbindu diadakan pada pekan ketiga di hari kerja. Mereka yang memeriksakan diri adalah pegawai museum dan pengunjung.

 

Terkendala

 

Posbindu PTM adalah bentuk keterlibatan masyarakat dalam deteksi dini dan pemantauan faktor risiko penyakit tak menular, terutama yang rutin dilakukan, terpadu, dan periodik.

 

Direktur Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan Lily Sriwahyuni Sulistyowati, akhir Agustus lalu, di Jakarta, mengatakan, posbindu PTM jadi salah satu ujung tombak promosi kesehatan dan surveilans penyakit tak menular. Kegiatannya, antara lain pengukuran tekanan darah, pengecekan gula darah, pengukuran lingkar perut, dan deteksi dini penyakit tak menular.

 

Namun, dari sekitar 10.000 posbindu PTM di Indonesia, hanya sekitar 6.000 unit yang aktif. Itu karena antara lain sebagian besar anggaran kesehatan tersedot untuk kegiatan kuratif. (Kompas, 28/8/2015)

 

Karena itu, ke depan, posbindu PTM akan diintegrasikan dengan tempat kegiatan warga, seperti sekolah, posyandu, dan pos kesehatan desa. Selain itu, perlu lebih banyak kader posbindu PTM yang dilatih. (B06/B12)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com