KOMPAS.com - Para ilmuwan meneliti 130 studi berisi informasi mengenai tinggi badan dan penyebab kematian hampir 1,1 juta orang. Mereka menemukan hubungan antara tinggi badan dengan faktor penyebab kematian.
Pada masa lalu, perusahaan asuransi memperhitungkan tinggi badan sebagai indikasi ketahanan hidup, kata David Batty, peneliti epidemiologi dan kesehatan masyarakat University College London, yang tudak terlibat penelitian. Penelitian ini bukan yang pertama tapi termasuk yang terbesar untuk topik tersebut.
"Ini bukan penemuan, ini konfirmasi," kata Batty.
Partisipan studi ini lahir antara tahun 1900-1960. Empatpuluh lima persennya berkulit putih, 93 persen tinggal di Amerika dan Eropa. Tinggi badan rata-rata pria dalam studi ini adalah 172,72 cm dan wanita 164,7 Cm.
Alasan di balik hubungan antara tinggi badan dengan penyebab kematian diduga adalah kondisi kesehatan di masa kecil, kata Batty.
Tinggi badan juga dipengaruhi genetik. Tinggi badan seseorang ketika dewasa belum tentu merupakan tinggi badan maksimum yang sebenarnya bisa diperoleh.
"Tinggi badan bisa menjadi cermin lingkungan sosial, nutrisi, dan genetik Anda," kata Batty.
Tubuh yang pendek, selain genetik, bisa menjadi tanda malnutrisi, infeksi atau diare kronik dan trauma mental yang pernah dialami seseorang di masa pertumbuhannya.
Fakta bahwa orang yang tinggi semampai lebih disukai dan lebih mudah mendapat pekerjaan juga memengaruhi. Ini separuh menjelaskan mengapa orang pendek di komunitas Amerika Eropa cenderung mengalami masalah mental.
Penelitian juga mengungkapkan, orang tinggi cenderung lebih langsing, lebih sering berolahraga dan sedikit merokok. Hasilnya, kadar kokesterol dan tekanan darah mereka lebih rendah.
Ini menjelaskan mengapa orang yang bertubuh lebih pendek lebih banyak yang meninggal dunia, karena masalah kardiovaskular.
Alasan mengapa lebih banyak orang jangkung meninggal karena kanker adalah, mereka memiliki ukuran organ tubuh yang lebih besar dengan jumlah sel lebih banyak, sehingga lebih besar kemungkinan satu sel di organ mereka membawa bibit kanker," jelas Batty.
Batty mengingatkan bahwa hasil penelitian berlaku untuk populasi umum di tempat yang khusus dan tidak berlaku untuk kasus individu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.