Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tentukan Pilihanmu
0 hari menuju
Pemilu 2024
Kompas.com - 28/02/2016, 15:05 WIB
|
EditorBestari Kumala Dewi

KOMPAS.com - Para ilmuwan meneliti 130 studi berisi informasi mengenai tinggi badan dan penyebab kematian hampir 1,1 juta orang. Mereka menemukan hubungan antara tinggi badan dengan faktor penyebab kematian.

Pada masa lalu, perusahaan asuransi memperhitungkan tinggi badan sebagai indikasi ketahanan hidup, kata David Batty, peneliti epidemiologi dan kesehatan masyarakat University College London, yang tudak terlibat penelitian. Penelitian ini bukan yang pertama tapi termasuk yang terbesar untuk topik tersebut.

"Ini bukan penemuan, ini konfirmasi," kata Batty.

Partisipan studi ini lahir antara tahun 1900-1960. Empatpuluh lima persennya berkulit putih, 93 persen tinggal di Amerika dan Eropa. Tinggi badan rata-rata pria dalam studi ini adalah 172,72 cm dan wanita 164,7 Cm.

Alasan di balik hubungan antara tinggi badan dengan penyebab kematian diduga adalah kondisi kesehatan di masa kecil, kata Batty.

Tinggi badan juga dipengaruhi genetik. Tinggi badan seseorang ketika dewasa belum tentu merupakan tinggi badan maksimum yang sebenarnya bisa diperoleh.

"Tinggi badan bisa menjadi cermin lingkungan sosial, nutrisi, dan genetik Anda," kata Batty.

Tubuh yang pendek, selain genetik, bisa menjadi tanda malnutrisi, infeksi atau diare kronik dan trauma mental yang pernah dialami seseorang di masa pertumbuhannya.

Fakta bahwa orang yang tinggi semampai lebih disukai dan lebih mudah mendapat pekerjaan juga memengaruhi. Ini separuh menjelaskan mengapa orang pendek di komunitas Amerika Eropa cenderung mengalami masalah mental.

Penelitian juga mengungkapkan, orang tinggi cenderung lebih langsing, lebih sering berolahraga dan sedikit merokok. Hasilnya, kadar kokesterol dan tekanan darah mereka lebih rendah.

Ini menjelaskan mengapa orang yang bertubuh lebih pendek lebih banyak yang meninggal dunia, karena masalah kardiovaskular.

Alasan mengapa lebih banyak orang jangkung meninggal karena kanker adalah, mereka memiliki ukuran organ tubuh yang lebih besar dengan jumlah sel lebih banyak, sehingga lebih besar kemungkinan satu sel di organ mereka membawa bibit kanker," jelas Batty.

Batty mengingatkan bahwa hasil penelitian berlaku untuk populasi umum di tempat yang khusus dan tidak berlaku untuk kasus individu.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Rekomendasi untuk anda
27th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+