KOMPAS.com - Legenda tinju kelas berat dunia, Muhammad Ali akhirnya harus menyerah pada penyakit parkinson yang lebih dari 30 tahun menggergoti kesehatannya. Ali meninggal di usia 74 tahun (3/6/2016).
Penyakit parkinson yang mendera Ali memang mengobrak-abrik kemampuan pengucapan dan memperlemah fisiknya.
Parkinson perlahan-lahan mencuri kemampuannya mengontrol otot-ototnya. Pada tahun-tahun terakhir usianya, petinju yang dijuluki sebagai "Yang Terhebat" ini membutuhkan pelayanan bantuan selama 24 jam.
Selama tiga dekade, aksi Ali di atas dan di luar ring selalu mengundang decak kagum. Tetapi, apakah pukulan demi pukulan yang mengenai kepalanya selama berlaga memicu penyakit parkinson?
Pihak keluarga Ali yakin tinju bukanlah penyebabnya. Mereka mengatakan bahwa parkinson yang diderita Ali akibat faktor genetik dan paparan pestisida saat berlatih di luar ruangan.
Hal itu mungkin ada benarnya. Para ilmuwan memang menemukan gen yang terkait dengan penyakit parkinson, walau tidak jelas apakah Ali memiliki gen itu. Beberapa penelitian juga mengungkap toksin dari pestisida bisa merusak saraf-saraf di otak.
Walau demikian, ada bukti tak terbantahkan bahwa trauma berulang pada otak bisa merusak beberapa saraf.
Sejak tahun 1920-an, para dokter sudah mengetahui kaitan antara mereka yang berkarier di dunia tinju dan penyakit yang memiliki gejala-gejala tremor dan gangguan bicara.
Ketika itu para ahli menyebut penyakit itu sebagai sindrom demensia pugilistica. Dunia kedokteran modern mengenalnya sebagai encehpalopaty trauma kronik (CTE). Kini para ilmuwan semakin memahami bagaimana trauma pada otak bisa memicu parkinson dan juga penyakit otak lainnya seperti Alzheimer.
"Hampir semua yang menggeluti penyakit neurodegeneratif meyakini bahwa Ali menderita parkinson karena trauma otak akibat karier tinju yang digelutinya sejak muda," kata Dr.Robert Cantu, profesor bedah otak dari Universitas Boston dan peneliti CTE.
Sejauh ini, beberapa riset menyimpulkan trauma berulang pada kepala merupakan faktor risiko parkinson.
Namun, Dr.Michael Okun, direktur medis National Parkinson Foundation, mengatakan, masih ada jurang pengetahuan antara kedua hal itu.
Para ilmuwan belum memahami dengan utuh bagimana pembentukan protein di otak, yang memicu beberapa penyakit otak, bisa terjadi ketika otak cidera.
Memang tidak ada jawaban tunggal untuk menjelaskan bahaya tinju pada otak. Ada kemungkinan cidera kepala akan memperbesar atau memperburuk masalah yang sudah lebih dulu ada. Kondisi itu mempercepat timbulnya parkinson, seperti halnya paparan pestisida.
Muhammad Ali sendiri sudah menunjukkan gejala-gejala parkinson, misalnya gerakan yang tidak terkoordinasi atau bicara tidak jelas, sebelum pertandingan terakhirnya. Boleh jadi pukulan yang mengenai kepalanya memperburuk kerusakan yang sudah terjadi di otaknya.
Untuk menjawabnya memang dibutuhkan penelitian pada jaringan otak dari orang-orang seperti Ali, yang mengalami trauma kepala berulang dan sakit parkinson. Sayangnya, riset semacam itu belum pernah ada.
Yang pasti, selain dipuja sebagai pesohor olahraga paling menghibur, Ali juga meninggalkan warisan lain pada dunia, yaitu meningkatkan kepedulian dunia pada penyakit parkinson.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.