Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 23/07/2016, 13:53 WIB

JAKARTA, KOMPAS - Data Satuan Tugas Penanggulangan Vaksin Palsu hingga 21 Juli 2016 menunjukkan, dari 470 kunjungan ke sejumlah fasilitas kesehatan, 327 anak telah diimunisasi ulang. Jumlah itu bisa bertambah karena pendataan korban vaksin palsu berlanjut.

Anak yang diimunisasi ulang ada di sejumlah lokasi, yakni Puskesmas Ciracas (194 anak), RSU Kecamatan Ciracas (28 anak), RS Kesdam Cijantung (10 anak), RS Polri Kramat Jati (31 anak), RSUD Pasar Rebo (15 anak), RSIA Sayang Bunda (8 anak), dan RS Harapan Bunda (41 anak).

Direktur Surveilans dan Karantina Kesehatan Kementerian Kesehatan Elizabeth Jane Sopeardi, Jumat (22/7), di Jakarta, mengatakan, imunisasi ulang untuk membangun kekebalan tubuh penyakit tertentu yang tak didapat dari vaksin palsu. ”Semua anak harus dilindungi dengan imunisasi,” ujarnya.

Jane menambahkan, setelah sejumlah fasilitas kesehatan diketahui memakai vaksin palsu, semua data vaksin palsu disita polisi sebagai barang bukti.

Dibantu Satgas Penanggulangan Vaksin Palsu, Badan Reserse Kriminal Polri lalu memilah data untuk mencari siapa saja anak yang mendapat vaksin palsu. Pendataan perlu waktu. Jadi, data jumlah anak yang menerima vaksin palsu belum diketahui pasti saat ini karena menanti pendataan selesai.

Meski demikian, Ketua Satgas yang juga Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kemenkes Maura Linda Sitanggang mengatakan, para orangtua yang ragu-ragu meski anaknya belum dinyatakan sebagai korban bisa datang ke posko layanan pemeriksaan kesehatan dan imunisasi ulang untuk konsultasi.

Imunisasi ulang atau tidak setelah konsultasi itu jadi putusan medis setelah melalui penilaian. ”Karena itu, komunikasi tenaga kesehatan dengan warga amat penting,” kata Linda.

Menurut Jane, meski membuat risau banyak orangtua yang anaknya diimunisasi di rumah sakit yang memakai vaksin palsu, kasus itu hingga kini tak mengganggu program imunisasi dasar wajib pemerintah.

Namun, sejumlah fasilitas kesehatan tidak bersedia melayani imunisasi ulang. Direktur RSIA Sayang Bunda di Pondok Ungu, Kabupaten Bekasi, Kabupaten Bekasi, Teguh Nurwanto, secara tertulis, mengakui permintaan pemeriksaan kesehatan dan vaksinasi ulang dari orangtua korban belum bisa dilakukan. Sebab, pihak RS yang terindikasi memakai vaksin palsu itu menanti instruksi Kemenkes. RSIA Sayang Bunda juga menunggu petunjuk dari Kemenkes terkait ganti rugi secara materi.

Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Aman Bhakti Pulungan mengatakan, program imunisasi nasional dari pemerintah berhasil menekan jumlah kasus penyakit dan kejadian luar biasa (KLB) penyakit sesuai yang ingin dihindari dengan penggunaan vaksin wajib.

”Jumlah populasi kita di Asia Pasifik terbesar setelah Tiongkok dan India. Tak mudah dan imunisasi kita mencakup kepulauan dari Sabang hingga Merauke,” ujarnya.

KLB penyakit di sejumlah daerah beberapa tahun terakhir bukan karena vaksin palsu, melainkan cakupan imunisasi rendah. Februari lalu, Kabupaten Cirebon dan Majalengka, Jawa Barat, menetapkan KLB difteri. Menurut pemeriksaan saat itu, daerah itu punya riwayat imunisasi tak lengkap (Kompas, 10/2/2016).

Proses hukum

Sementara pendataan hingga imunisasi ulang berjalan, kemarin, Bareskrim Polri melimpahkan berkas perkara  melimpahkan berkas perkara dugaan pembuatan vaksin palsu dari dua tersangka R dan H ke Kejaksaan Agung.

”Kami melimpahkan berkas R dan H, mereka tersangka berstatus suami-istri,” kata Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigadir Jenderal (Pol) Agung Setya.

Dalam berkas perkara R dan H, ada empat berkas perkara lain disiapkan Bareskrim. Menurut Agung, empat berkas itu dipisah berdasarkan peta jaringan produsen vaksin palsu.

Ada tiga kelompok pembuat vaksin palsu lain, yakni tersangka P yang ditangkap di Puri Hijau Bintaro, tersangka HS yang ditangkap di Jalan Serma Hasyim, Bekasi Timur, serta tersangka M dan T yang ditangkap di Semarang.

Agung mengatakan, berkas perkara tersangka vaksin palsu lain segera menyusul untuk dilimpahkan ke Kejaksaan Agung. Para tersangka dijerat Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan UU No 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen. Tersangka diancam hukuman 15 tahun penjara dan denda Rp 1,5 miliar.

Pengawasan

Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta Koesmedi Priharto menjelaskan, Gubernur DKI sudah menginstruksikan dinas kesehatan untuk melihat kembali fasilitas-fasilitas kesehatan, apakah sudah mengelola limbah farmasi dengan baik atau belum.

Produksi vaksin palsu dipicu antara lain pengelolaan limbah kurang baik. Botol-botol bekas vaksin yang dibuang dipakai untuk mengemas ulang vaksin palsu. Insinerator di RS dan unit pengolahan limbah tak diperbolehkan lagi sehingga limbah farmasi dikelola pihak ketiga.

”Dikelola pihak ketiga pun, kita harus yakin limbah dikelola dengan baik. Jika yang mengambil tak mengelola dengan baik, itu bermasalah,” ujarnya.

Untuk pengawasan ini, lanjut Koesmedi, di DKI Jakarta ada lebih dari 2.000 klinik layanan kesehatan. Ia mengajak warga turut mengawasi. Apabila ada yang mencurigakan dengan fasilitas kesehatan, warga diminta segera melapor ke puskesmas untuk diperiksa dan ditindak.

Sementara itu, Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Penny Kusumastuti Lukito berkomitmen meningkatkan pengawasan terhadap obat dan makanan. Terkuaknya pemalsuan vaksin jadi momen memperkuat regulasi dan kemitraan dalam pengawasan obat dan makanan.

Langkah nyata kini, ialah menyiapkan dokumen untuk menyusun Rancangan Undang-Undang Pengawasan Obat dan Makanan serta Peraturan Presiden soal Pengawasan Obat dan Makanan. ”Presiden berkomitmen dan DPR dukung penguatan regulasi pengawasan,” ucapnya.

(ADH/JOG/HLN/C07/ILO/cok)

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 23 Juli 2016, di halaman 14 dengan judul "327 Anak Sudah Imunisasi Ulang".

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com