Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ada Apa di Balik Alasan Pembatasan Penggunaan Antibiotik?

Kompas.com - 10/01/2020, 11:30 WIB
Mahardini Nur Afifah

Penulis

KOMPAS.com - Antibiotik yang sejak dahulu menjadi obat andalan, kini diadang ancaman serius.

Banyak bakteri berbahaya yang dulu ampuh diatasi dengan antibiotik, kini kebal terhadap obat populer tersebut.

Kondisi ini disebut resistensi antimikroba (antimicrobial resistence atau AMR). Pemicunya, karena penggunaan antibiotik berlebihan dan kurang bijak. 

Melansir situs resmi Kementerian Kesehatan, sejumlah tenaga medis masih ada yang meresepkan antibiotik saat tidak diperlukan.

Pemerintah juga mengamati, banyak masyarakat membeli dan menggunakan antibiotik tanpa resep dokter.

Baca juga: Studi Terbaru, Bakteri Berubah Bentuk untuk Hindari Antibiotik

Organisasi Kesehatan Dunia WHO, pada 2018, mencatat penggunaan antibiotik tanpa kontrol menyebabkan resistensi antimikroba di 22 negara.

Jumlah pasien yang terinfeksi bakteri dan kebal antibiotik tercatat mencapai 500.000 orang.

Beberapa jenis bakteri yang dilaporkan kebal antibiotik antara lain:

  • Escherichia coli: penyebab infeksi usus dan diare
  • Klebsiella pneumoniae: penyebab radang dan infeksi paru-paru (pneumonia)
  • Staphylococcus aureus: penyebab jerawat, pneumonia, meningitis, sampai arthritits
  • Streptococcus pneumoniae: penyebab paru-paru basah
  • Salmonella sp: penyebab tipus dan infeksi usus

Sejarah panjang penggunaan antibiotik

Sedikit menengok ke belakang, tenaga medis profesional menggunakan antibiotik untuk mengobati infeksi bakteri.

Beragam penyakit mulai dari yang enteng sampai level mengancam keselamatan diberi antibiotik.

Melansir Medical News Today, obat yang kerap menjadi senjata melawan bakteri ini mulai jamak digunakan sejak awal abad ke-20.

Sedangkan, sejarawan medis melacak jejak antibiotik alami telah digunakan untuk terapi tradisional pada medio 350 sampai 550 silam.

Bagaimana antibiotik jadi kebal serangan bakteri?

Di balik sejarah panjang penggunaan antibiotik, kini obat populer tersebut menghadapi ancaman serius karena tak lagi jadi andalan melawan bakteri.

Merujuk Journal Pharmacy and Therapeutics, biang persoalan antibiotik bermula dari julukan "mujarab" pada obat ini.

Dari reputasi antibiotik yang dikenal manjur, banyak orang menggunakan obat ini untuk segala penyakit.

Publik yang minim edukasi mengenal alasan pembatasan penggunaan antibiotik pun jamak  menggunakan obat ini untuk mengobati penyakit umum seperti influenza.

Padahal, antibiotik hanya ditujukan untuk mengatasi infeksi bakteri. Sedangkan influenza disebabkan virus.

Baca juga: Kebal Antibiotik, Bakteri Super Bakal Bunuh Jutaan Manusia pada 2050

Saat orang terlalu sering keliru membasmi virus dengan obat untuk melawan infeksi bakteri, bakteri baik di dalam tubuh ikut dibasmi. Sehingga keseimbangan tubuh terganggu.

Selain itu, paparan antibiotik minim kontrol juga membuat bakteri berevolusi dan bermutasi.

Akibatnya, bakteri jadi kian jago beradaptasi. Saat digempur antibiotik, bakteri sudah kebal obat tersebut.

Ketika antibiotik tidak tepat dikonsumsi atau penggunaannya berlebihan, bakteri yang sudah resisten atau kebal obat tersebut lebih mudah menyebar dan berkembang.

Kondisi ini menyebabkan koloni bakteri kebal antibiotik merebak dan membahayakan kesehatan.

Baca juga: 9 Hal Seputar Antibiotik, Harus Dihabiskan hingga Aturan Penggunaan

Menurun Kementerian Kesehatan, resistensi antibiotik dapat menyebabkan proses pengobatan jadi lebih panjang, memicu infeksi serius yang berujung kegagalan organ, sampai kematikan.

Untuk mengantisipasi persoalan global tersebut, Pemerintah berharap masyarakat dan tenaga medis lebih bijak dalam menggunakan antibiotik. 

Dr. Jesse Jacob dari Emory Antibiotic Resistance Center di Emory University School of Medicine, AS, berpendapat resistensi antibiotik kini jadi ancaman di dunia pengobatan modern.

"Operasi rutin, transplantasi organ, sampai kemoterapi sangat bergantung pada kemampuan melawan infeksi bakteri. Persoalan kebal antibiotik ini jadi ancaman nyata dan harus segera ditangani," kata Jacob.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com