KOMPAS.com - Rasa lapar atau kenyang lumrah dialami oleh siapa saja saat menjalankan aktivitas sehari-hari.
Banyak orang berpendapat perut kosong adalah penyebab utama rasa lapar bisa muncul.
Sementara, ketika sudah merasa cukup makan atau minum, orang-orang pun lantas menyerukan kata kenyang.
Apakah pandangan tersebut tepat?
Baca juga: 8 Jenis Buah yang Baik Dikonsumsi untuk Program Diet
Melansir Buku Solusi tanpa Stres untuk Anak Gemuk (2013) karya dr. Grace Judio, sebetulnya manusia memang diciptakan untuk mengenal rasa lapar bila kadar gula darah mulai menurun dan tubuh kekurangan energi serta nutrisi.
Secara naluri, manusia akan mencari makanan untuk mencukupi kebutuhannya tersebut.
Saat jumlah dan jenis makanan atau minuman yang diperlukan mencapai tahap yang cukup, tubuh akan memberikan sinyal kenyang sehingga manusia cenderung akan berhenti makan.
Bukan hanya orang dewasa, bayi atau anak kecil juga melakukan respons yang sama atas perasaan lapar dan kenyang.
Mereka biasanya akan mendengarkan bahasa tubuhnya, sehingga akan menangis saat lapar dan berhenti makan saat kenyang.
Apabila proses tersebut diintervensi oleh orangtua dan lingkungan, anak bisa jadi akan kesulitan membaca tanda tubuhnya untuk membedakan rasa lapar dan kenyang.
"Sering terjadi anak kehilangan sesnsasi kenyang dan laparnya karena ketakutan orang tua mereka," tulis dr. Grace.
dr. Grace mengungkapkan, bila anak tidak menghabiskan makanannya, tanyakan saja alasan mereka ingin menyisakan makanan. Jangan memaksa mereka untuk menghabiskan makanan dengan ancaman.
Orangtua zaman dahulu diketahui biasanya menakut-nakuti anak dengan mengancam akan mengirim ke tempat lain yang bisa membuat kelaparan jika tak menghabiskan makanan.
Banyak juga orangtua menceritakan banyak orang kelaparan di belahan dunia lain dan menegaskan bahwa menyisakan makanan adalah mubazir. Akhirnya, anak terbiasa makan hingga makanan habis, padahal perutnya sudah kenyang.
Karena porsi makan menjadi tidak terkontrol, mereka sangat mungkin menjadi makan berlebihan.