KOMPAS.com – Stroke adalah salah satu penyakit penyebab kematian dan kecatatan fungsi saraf yang utama di Indonesia.
Strok terjadi ketika ketika pasokan darah ke otak terganggu atau berkurang.
Serangan otak ini termasuk kegawatdaruratan medis yang harus ditangani secara cepat, tepat dan cermat.
Baca juga: Stroke pada Anak: Gejala, Penyebab, Efek, hingga Cara Mengobati
Faktor risiko stroke secara umum dapat dibagi menjadi dua, yakni dapat diubah dan tidak dapat diubah.
Faktor yang dapat diubah, di antaranya:
Sementara faktor yang tidak dapat diubah, yakni:
Sejumlah pihak meyakini jika pria lebih rentan terkena stroke. Benarkah demikian?
Dalam Buku 171 Tanya Jawab tentang Stroke Pasien Bertanya, Dokter Menjawab (2010) karya Tingka Adiati, Dr. Eka Julianta Wahjoepramono, SpBS & Tim Bedah Saraf RS Siloam Lippo Karawaci, dijelaskan kaum pria lebih besar risikonya untuk terserang stroke daripada wanita yang belum menopause.
Hal itu dikarenakan wanita memiliki homron estrogen yang dapat melindungi elastisitas pembuluh darah.
Sementara, setelah menopause, risiko untuk terserang stroke pada wanita kurang lebih sama dengan pria.
Namun pada dasarnya, penyakit stroke ini bisa menyerang siapa saja, baik pria maupun wanita, termasuk dari tingkatan sosial mana pun.
Baca juga: Jangan Anggap Remeh, Stroke Ringan Bisa Merusak Otak
Bahkan di era sekarang, akibat pola makan kaya lemak atau kolesterol, ada kecenderungan penyakit berat ini sangat mungkin menyerang generasi muda usia produktif.
Dalam buku Stroke: Cegah dan Obati Sendiri (2016) karya dr. Wening Sari, M.Kes, dr. Lili Indriawati, M.Kes, dan Catur Setia Dewi, AMF, juga dijelaskan bahwa stroke lebih rentan dialami oleh pria.
Persentasenya, stroke menyerang pria 19 persen lebih banyak dibanding wanita.
Faktor jenis kelamin tersebut termasuk faktor yang tidak dapat dikontrol atau tidak bisa dimodifikasi.