Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Distimia, Gangguan Mental yang menyebabkan Depresi Berkepanjangan

Kompas.com - 16/04/2020, 20:00 WIB
Ariska Puspita Anggraini

Penulis

KOMPAS.com - Distimia merupakan gangguan depresi yang berlangsung secara berkepanjangan.

Gangguan ini menyebabkan penderitanya merasakan sedih dan putus asa yang terus-menerus.

Hal ini bisa mempengaruhi suasana hati dan perilaku serts fungsi fisik, termasuk nafsu makan dan kualitas tidur.

Akibatnya, orang dengan gangguan distimia sering kehilangan minat dalam melakukan kegiatan yang mereka sukai dan sulit menyelesaikan tugas sehari-hari.

Gangguan distimia bisa bertahan selama bertahun-tahun sehingga sangat mempengaruhi semua aspek hidup penderitanya.

Baca juga: Gangguan Makan: Penyebab, Jenis dan Cara Mengatasinya

Gejala

Melansir Healthline, gejala distimia bisa berlangsung minimal dua tahun dengan bentuk seperti berikut:

  • perasaan sedih dan putus asa yang terus-menerus
  • gangguan tidur
  • energi rendah
  • perubahan nafsu makan
  • kesulitan berkonsentrasi
  • kurangnya minat dalam kegiatan sehari-hari
  • penurunan produktivitas
  • harga diri yang buruk
  • sikap negatif
  • menghindari kegiatan sosial.

Gejala distimia sering mulai muncul selama masa kanak-kanak atau remaja. Anak-anak dan remaja dengan distimia biasanya tampak mudah tersinggung, murung, atau pesimis dalam waktu yang lama.

Mereka juga dapat menunjukkan masalah perilaku, kinerja yang buruk di sekolah, dan kesulitan berinteraksi dengan anak-anak lain dalam situasi sosial.

Gejala-gejalanya seringkali datang dan pergi selama beberapa tahun, dan tingkat keparahannya dapat bervariasi dari waktu ke waktu.

Penyebab

Penyebab distimia belum diketahui pasti. Namun, faktor-faktor berikut bisa menjadi penyebabnya. Faktor-faktor tertentu dapat berkontribusi pada gejala distimia antara lain:

  • ketidakseimbangan bahan kimia di otak
  • riwayat keluarga
  • riwayat kondisi kesehatan mental lainnya, seperti kecemasan atau gangguan bipolar
  • peristiwa kehidupan yang penuh tekanan atau traumatis, seperti kehilangan orang yang dicintai atau masalah keuangan
  • penyakit fisik kronis, seperti penyakit jantung atau diabetes
  • trauma otak fisik, seperti gegar otak.

Baca juga: Yang Harus Dipertimbangkan Saat Akan Bersalin di Tengah Pandemi

Komplikasi

Menurut Mayo Clinic, orang-orang yang mengalami distimia juga rentan mengalami hal-hal berikut:

  • kualitas hidup bherkurang
  • gangguan kecemasan, dan gangguan suasana hati lainnya
  • penyalahgunaan zat
  • kesulitan hubungan dan konflik keluarga
  • masalah sekolah, pekerjaan dan penurunan produktivitas
  • nyeri kronis dan penyakit medis umum
  • muncul pikiran atau perilaku bunuh diri
  • gangguan kepribadian atau gangguan kesehatan mental lainnya.

Pencegahan

Tidak ada cara pasti untuk mencegah gangguan distimia. Namun, mengidentifikasi gejala awal bisa membantu penanganan depresi lebih lanjut.

Langkah-langlah yang bisa kita lakukan agar depresi yang dialami tak berkembang menjadi distimia antara lain:

  • ambil langkah-langkah untuk mengendalikan stres, meningkatkan ketahanan dan harga diri
  • hubungi keluarga dan teman-teman, terutama di saat krisis, untuk membantu menghadapi kesulitan.
  • meminta bantuan ahli saat merasakan gejala depresi untuk membantu mencegah gejala semakin memburuk.
  • pertimbangkan untuk mendapatkan perawatan pemeliharaan jangka panjang demi mencegah gejala kambuh kembali.

Pengobatan

Untuk mengatasi distimia, dibutuhkan bantuan ahli jiwa. Metode pengobatan yang diberikan bisa berupa terapi dan pemberian obat. Obat yang diberikan biasanya berupa antidepresan seperti:

  • selective serotonin reuptake inhibitor (SSRI), seperti fluoxetine (Prozac) dan sertraline (Zoloft)
  • antidepresan trisiklik (TCA), seperti amitriptyline (Elavil) dan amoxapine (Asendin)
  • inhibitor reuptake serotonin dan norepinefrin (SNRI), seperti desvenlafaxine (Pristiq) dan duloxetine (Cymbalta).

Baca juga: Tak Hanya Redakan Stres, Meditasi Juga Bisa Tingkatkan Kualitas Tidur

Penderita distimia mungkin perlu mencoba berbagai obat dan dosis untuk menemukan solusi yang efektif.

Hal ini tentu membutuhkan kesabaran, karena banyak obat membutuhkan beberapa minggu untuk menunjukan efeknya secara penuh.

Untuk menemukan jenis obat yang cocok, penderita distimia juga perlu berkonsultasi dengan dokter.

Penderita distimia juga tidak diperbolehkan berhenti minum obat tanpa berbicara dengan dokter terlebih dahulu.

Menghentikan pengobatan secara tiba-tiba atau melewatkan beberapa dosis dapat menyebabkan gejala seperti putus obat dan memperburuk gejala depresi.

Selain pemberian obat, terapi bicara juga membantu pemulihan penderita distimia. Terapi bicara ini diperlukan untuk hal-hal berikut:

  • mengungkapkan pikiran dan perasaan pasien dengan cara yang sehat
  • membantu mengatasi emosi
  • menyesuaikan diri dengan tantangan hidup
  • mengidentifikasi pikiran, perilaku, dan emosi yang memicu atau memperburuk gejala
  • mengganti kepercayaan negatif dengan kepercayaan positif
  • mendapatkan kembali rasa kepuasan dan kontrol dalam hidup
  • menetapkan tujuan realistis untuk diri sendiri.

Terapi bicara dapat dilakukan secara individu atau dalam kelompok yang dapat digunakan sebagai media berbagi perasaan dengan orang lain yang mengalami masalah serupa.

 
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau