KOMPAS.com – Banyak orang biasanya akan mencoba mengurangi porsi makan begitu sadar berat badan mereka bertambah.
Beberapa hal yang mungkin dilakukan, seperti menghindari sarapan, makan siang sedikit, atau tidak makan malam sama sekali.
Dengan pengurangan makan tersebut, orang-orang berharap tubuh bisa segera membakar kelebihan lemak dan berat badan menyusut.
Baca juga: 8 Jenis Buah yang Baik Dikonsumsi untuk Program Diet
Banyak teori memang menyatakan bahwa masalah kegemukan disebabkan oleh pola makan berlebih, sehingga solusi yang ditawarkan adalah mengurangi porsi makanan.
Tubuh juga dikatakan memiliki mekanisme alamiah untuk bertahan dalam kelaparan selama beberapa hari.
Begitu makanan dikurangi, tubuh segera melakukan penghematan energi dengan menurunkan Basal Metabolic Rate (BMR) atau laju metabolisme basalnya.
BMR adalah energi minimal yang diperlukan tubuh dalam keadaan istirahat total.
Padahal untuk membakar kelebihan lemak, tubuh justru perlu energi besar.
Melansir Buku Food Combining: Pola Makan untuk Langsing & Sehat (2012) oleh Andang Gunawan, penurunan berat badan yang terlihat pada awal diet pengurangan porsi makan adalah pengurangan sejumlah air dan glikogen, yakni persediaan energi yang disimpan dalam hati.
Penyusutan berat badan itu bukan sebagai akibat dari pengurangan kelebihan lemak yang diharapkan.
Kalaupun ada lemak yang ikut terkikis saat melakukan diet, jumlahnya tidak bermakna.
Baca juga: 5 Cara Efektif Turunkan Berat Badan Saat Puasa
Diet yo-yo atau diet sangat rendah kalori yang dilakukan secara berulang-ulang bahkan dapat berdampak buruk, seperti:
Universitas Pennsylvania di Amerika Serikat (AS) pernah melakukan penelitian pada sekelompok orang yang melakukan diet rendah kelari.
Berdasarkan studi tersebut, terbukti bahwa lima minggu setelah berhenti dari diet rendah kelari, laju metabolisme orang-orang yang obyek penelitian ternyata belum bisa pulih sepenuhnya.