KOMPAS.com – Meningioma adalah tumor yang terbentuk di meninges, yakni selaput pelindung otak dan tulang belakang.
Meskipun secara teknis bukan tumor otak, meningioma termasuk dalam kategori penyakit ini karena dapat menekan otak, saraf, dan pembuluh darah yang berdekatan.
Pada umumnya, meningioma tergolong tumor jinak yang berkembang sangat lambat, bahkan tidak menunjukkan gejala hingga bertahun-tahun.
Baca juga: 4 Gejala Tumor Otak pada Anak yang Perlu Diwaspadai
Tapi, pada beberapa kasus, dampak meningioma pada jaringan otak, saraf dan pembuluh darah, bisa menyebabkan kecacatan yang serius.
Melasir Mayo Clinic, gejala yang muncul pada penderita meningioma dapat berbeda-beda tergantung pada ukuran dan lokasi tumor.
Gejala meningioma mungkin pada awalnya tidak terlihat atau bisa juga muncul bertahap.
Beberapa gejala meningioma tersebut, antara lain:
Baca juga: 7 Penyebab Sakit Kepala Saat Bangun Tidur dan Cara Mengatasinya
Sebagian besar tanda dan gejala meningioma berkembang perlahan, tetapi terkadang meningioma memerlukan perawatan darurat.
Temui dokter segera jika Anda memiliki:
Selain itu, buatlah juga janji bertemu dokter jika Anda terus mengalami kondisi yang dicurigai sebagai gejala meningioma, seperti sakit kepala yang semakin parah dari waktu ke waktu.
Dalam banyak kasus, karena meningioma tidak menyebabkan tanda atau gejala yang nyata, penyakit ini hanya bisa ditemukan dengan pemindaian.
Baca juga: 10 Penyebab Leher Sakit dan Cara Mengatasinya
Melansir WebMD, hingga saat ini belum diketahui secara pasti penyebab meningioma.
Tapi, ada beberapa faktor risiko yang bisa membuat seseorang lebih mungkin mengalami penyakit tumor selaput otak ini.
Apa saja faktor risikonya?
1. Paparan radiasi
Risiko seseorang terserang meningioma meningkat pada individu yang pernah mengalami radioterapi di kepala.
2. Penderita neurofibromatosis tipe 2
Neurofibromatosis tipe 2 adalah kelainan genenik yang mengakibatkan pertumbuhan tumor di berbagai jaringan saraf.
Cedera sebelumnya juga bisa menjadi faktor risiko meningioma, tetapi penelitian terbaru gagal untuk mengkonfirmasi hal ini.
Meningioma telah ditemukan di tempat-tempat di mana telah terjadi patah tulang tengkorak.
Tumor ini juga telah ditemukan di tempat-tempat di mana membran sekitarnya telah terluka.
Beberapa penelitian menunjukkan adanya hubungan antara meningioma dan hormon progesteron.
Oleh sebab itu, wanita paruh baya diyakini memiliki kemungkinan dua kali lebih besar untuk mengembangkan meningioma dibanding pria.
Kebanyakan meningioma terjadi antara usia 30 dan 70 tahun.
Kondisi medis ini sangat jarang terjadi pada anak-anak.
Baca juga: Tak Hanya Orang Dewasa, Anak-anak Juga Bisa Alami Meningitis
Meningioma jarang didiagnosis sebelum mulai menimbulkan gejala.
Jika gejala menunjukkan kemungkinan tumor, dokter mungkin akan merekomendasikan pasien untuk melakukan pemeriksaan lantutan dengan menggunakan alat MRI dan atau CT scan.
Pemeriksaan alat ini akan memungkinkan dokter untuk menemukan meningioma dan menentukan ukurannya.
Biopsi terkadang juga dapat dilakukan.
Baca juga: Kenali Pusing yang Bisa Jadi Gejala Kanker Otak
Dokter ahli bedah akan mengangkat sebagian atau seluruh tumor untuk menentukan apakah tumor itu jinak atau ganas.
Jika pertumbuhan tumor mengancam untuk menimbulkan masalah atau jika gejala mulai berkembang, pembedahan mungkin diperlukan.
Jika operasi diperlukan, kraniotomi biasanya akan dilakukan.
Prosedurnya melibatkan pengangkatan sepotong tulang dari tengkorak.
Ini diperlukan untuk memberi ahli bedah akses ke bagian otak yang terkena.
Dokter bedah kemudian mengangkat tumor.
Tulang yang diangkat pada awal prosedur kemudian diganti.
Lokasi meningioma akan menentukan seberapa mudah dijangkau oleh dokter bedah.
Apabila tidak dapat dijangkau melalui operasi, terapi radiasi dapat digunakan.
Radiasi dapat mengecilkan tumor atau membantu mencegahnya tumbuh lebih besar.
Radiasi juga dapat digunakan untuk membunuh sel kanker jika tumornya ganas.
Baca juga: 7 Obat Sakit Kepala untuk Atasi Pusing yang Mengganggu
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.