Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Detoks Dopamin, Cara Lepaskan Diri Dari Kesenangan Sementara

Kompas.com - 31/10/2020, 09:03 WIB
Ariska Puspita Anggraini

Penulis

KOMPAS.com - Dopamin adalah neurotransmitter yang dibuat di otak. Neurotransmitter ini akan diproduksi otak ketika mengharapkaan imbalan atau penghargaan.

Misalnya, saat mencium aroma kue favorit, otak akan meningkatkan produksi dopamin yang memicu rasa bahagia.

Saat kita memakan kue tersebut, aliran dopamin bertindak untuk memperkuat keinginan ini dan fokus untuk kembali mendapatkannya di masa depan.

Contoh peristiwa tersebut juga bisa disebut dengan siklus motivasi, penghargaan, dan penguatan.

Baca juga: 4 Cara Mudah Turunkan Kolesterol Tanpa Obat

Sebaliknya, ketika kita ingin memakan kue tersebut namun tak bisa mendapatkannya, maka timbul rasa kecewa di otak kita. Bahkan, bisa jadi keinginan untuk menyantapnya menjadi lebih kuat dari sebelumnya.

Jumlah dopamin yang tepat bisa membuat suasana hati menjadi positif.

Bahkan, dopamin juga bisa membantu proses pembelajaran, perencanaan, dan meningkatkan produktivitas.

Selain itu, dopamin juga bisa meningkatkan kewaspadaan, fokus, motivasi, dan kebahagiaan.

Efek negatif dopamin

Akan tetapi, jumlah dopamin berlebihan bisa menghasilkan perasaan euforia sementara.

Tingkat dopamin yang sangat tinggi dapat membuat kita merasa di puncak dunia. Namun, perasaan itu hanya sementara.

Jumlah dopamin yang berlebihan juga bisa meningkatkan risiko delusi, mania, halusinasi, kegemukan, kecanduan, dan skizofrenia.

Bagaimana mengatasinya?

Salah satu cara untuk mencegah dan mengatasi efek samping dopamin adalah dengan melakukan detoks dopamin.

Detoks dopamin juga dikenal dengan nama puasa dopamin. Teknik ini diciptakan oleh psikiater dari California, Dr Cameron Sepah.

Dalam sebuah wawancara dengan New York Times, ia mengatakan detoks dopamin juga penting dilakukan karena dopamin bisa memicu kecanduan.

Sayangnya, banyak orang tak menyadari hal itu karena aliran dopamin yang tinggi memang bisa memicu kesenangan meski hanya sementara.

Seperti apa detoks dopamin?

Dalam kehidupan modern, banyak orang tak bisa lepas dari teknologi, salah satunya ponsel.

Setiap kali ponsel berbunyi kita akan langsung menanggapinya. Bahkan tanpa sadar, kebiasaan tersebut seringkali mengganggu produktivitas dan hubungan dengan orang terdekat.

Tanpa kita sadari, adanya notifikasi pada ponsel bisa memicu produksi dopamin di otak. Hal ini membuat kita merasa mendapatkan kesenangan ketika ponsel berbunyi.

Pada akhirnya, kita menjadi leboh fokus ke ponsel dan melupakan pekerjaan atau kewajiban kita.

Baca juga: Memahami Tanda Gangguan Kesehatan Mental dan Cara Menanganinya

Detoks dopamin bisa menjadi salah satu terapi perilaku kognitif, dimana kita bisa menghilangkan dominasi rangsangan tak sehat, seperti notifikasi ponsel, yang kerap menyertai kehidupan modern.

Alih-alih menanggapi isyarat yang memicu kesenangan sementara itu, kita harus membiarkan otak istirahat dan mengatur ulang siklus yang berpotensi memicu ketagihan itu.

Dengan kata lain, kita membiarkan diri kita merasa kesepian atau bosan.

Kita juga bisa mencari kesenangan dengan melakukan aktiivtas yang lebih sederhana dan alami agar mampu mendapatkan kendali hidup kita.

Dengan cara ini, kita akan lebih mampu mengatasi perilaku kompulsif yang berpotensi menganggu kebahagiaan kita.

Perilaku kompulsif yang seringkali merusak kesehatan fisik dan mental, antara lain makan berlebihan, penggunaan internet berlebihan, judi, pornografi, dan penggunaan narkoba.

Hal-hal tersebut bisa coba kita cegah dengan melakukan detoks dopamin.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com