Kondisi ini bisa menyebabkan sejumlah komplikasi, seperti pembengkakan pada rektum hingga inkontinensia usus yang bisa jadi harus ditangani lewat operasi.
Sedangkan, perforasi gastrointestinal adalah munculnya lubang di dinding saluran cerna atau usus pecah.
5. Peregangan pada rektum
Menahan kotoran juga dapat menyebabkan distensi atau peregangan pada rektum.
Jika orang tersebut kehilangan sensasi di dalam rektum atau disebut hiposensitivitas rektal, mereka mungkin mengalami episode inkontinensia.
Baca juga: 14 Penyebab Anus Gatal dan Cara Mengatasinya
6. Kanker usus
Jika menahan BAB sudah menjadi kebiasaan, maka risiko yang paling berbahaya adalah mengalami kanker usus besar.
Kondisi ini bisa saja terjadi karena feses yang lama tertahan di dalam usus akan berkontak lama dengan sel-sel permukaan usus besar.
Apabila di dalam feses tersebut terkandung zat toksik atau karsinogenik, maka risiko kanker usus besar menjadi semakin besar.
Penulis studi yang diterbitkan dalam Danish Medical Journal pada 2015 menunjukkan bahwa peningkatan beban tinja di usus besar dapat meningkatkan jumlah bakteri dan membuat peradangan usus besar jangka panjang.
Peradangan ini dapat meningkatkan risiko terkena kanker usus besar.
Temuan penelitian juga menunjukkan hubungan antara menahan kotoran dan usus buntu dan wasir.
7. Fisura ani
Melansir WebMD, menahan BAB dapat menyebabkan feses mengeras, menumpuk, berukuran besar, kemudian mengikis atau merobek jaringan kulit juga mukosa yang melapisi saluran maupun lubang anus.
Gangguan medis ini dikenal fisura ani.
Fisura ani dapat menimbulkan sensasi terbakar atau gatal pada anus.
Pada beberapa kasus, kondisi tersebut bisa memicu keluarnya cairan berbau busuk dan menyengat dari anus.
Baca juga: Diare pada Anak: Penyebab, Cara Mengatasi, Kapan Perlu ke Dokter
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.