KOMPAS.com - Alergi susu sapi merupakan salah satu alergi makanan yang paling sering dialami anak-anak di Asia.
Kejadian alergi susu sapi pada anak-anak di Indonesia yaitu 0,5 persen - 7,5 persen.
Meskipun sebagian besar anak-anak pulih dari gejala saat meninggalkan periode balita, tetapi bukan berarti alergi ini bisa disepelekan.
Dalam sebuah acara webinar bertajuk WORLD ALLERGY WEEK 2021, Prof. Dr. dr. Budi Setiabudiawan selaku Dokter Konsultan Alergi Imunologi Anak juga mengatakan hal yang sama.
Menurutnya, alergi ini tak bisa disepelekan meskipun sebagian besar anak-anak pulih dari gejala saat meninggalkan periode balita.
"Jika kondisi alergi terdiagnosis sejak awal dan segera dikonsultasikan ke dokter maka dapat dilakukan tata laksana yang tepat sehingga tumbuh kembangnya optimal," ucapnya.
Sebaliknya, jika terlambat didiagnosis dan orangtua mendiagnosis sendiri, maka bisa muncul dampak-dampak tidak diinginkan.
Baca juga: Mitos atau Fakta, Minum Susu Sapi Bisa Tingkatkan Kolesterol?
Alergi susu sapi pada anak yang dibiarkan berlarut-laru bisa mengganggu tumbuh kembang anak, serta meningkatkan risiko penyakit degeneratif seperti hipertensi atau sakit jantung di kemudian hari.
"Kondisi ini juga bisa menimbulkan dampak ekonomi karena harus sering berobat ke dokter, serta dampak psikologis karena bisa timbul stress pada ibu dan anaknya,“ ungkap Prof. Budi.
Gejala yang bisa terjadi jika Si Kecil mengalami alergi susu sapi sangatlah beragam.
Gejala alergi susu sapi dapat muncul pada tingkat ringan, sedang sampai berat, dan dapat mengenai tiga organ.
Berikut tiga organ yang bisa terkena dampak dari alergi susu sapi:
Kejadian yang paling sering yaitu keluhan di saluran cerna seperti diare sebanyak 53 persen dan kolik sebesar 27 persen.
Gejala alergi susu sapi bisa juga bisa mengenai di saluran napas, misalnya batuk-batuk di malam hari ke arah pagi hari.
Risiko gangguan pada saluran napas yaitu asma 21 persen, rinitis 20 persen.
Baca juga: Mengenal Berbagai Penyebab Gizi Buruk Pada Balita