KOMPAS.com - Selain virus Corona, ada virus lain yang juga sedang menjadi perhatian para ahli akhir-akhir ini, yaitu respiratory syncytial virus (RSV).
Jika di negara barat, lonjakan kasus virus ini biasanya memuncak saat musim dingin dan gugur. Di negara tropis seperti Indonesia, kondisi serupa juga bsia terjadi saat pancaroba atau musim penghujan.
Data Cleveland Clinic menyebut bahwa RSV sangat menular dan rentan terjadi di kalangan anak-anak.
Hal ini tentu sangat mengkhawatirkan mengingat sekolah tatap muka aan dimulai dan penyebaran viru Corona juga belum berhenti.
Baca juga: Penis Bernanah Bisa Jadi Tanda Penyakit Apa Saja?
Respiratory syncytial virus (RSV) adalah virus pernapasan musiman yang sangat menular dan paling sering menyerang anak-anak.
"Orang dewasa juga bisa teinfeksi RSV tapi virus ini paling sering menyerang anak-anak, terutama mereka yang berusia di bawah 2 tahun," ucap ahli penyakit menular pediatrik Camille Sabella.
Anak-anak yang terinfeksi RSV biasanya mengalami gejala berikut:
RSV bahkan bisa memicu gangguan dan kegagalan pernapasan dan bahkan berkembang menjadi pneumonia atau bronkitis.
Baca juga: 8 Alasan Mengapa Kita Harus Cukup Minum Air Putih
RSV berpotensi besar menyebar melalui kontak langsung. Jadi, untuk mencegah infeksi virus ini Anda harus menjaga kebersihan diri dan lingkungan.
“Mencuci tangan dengan saksama adalah cara terbaik untuk melindungi diri dari virus,” kata Sabella.
Namun, hal itu tidak selalu mudah dilakukan oleh bayi dan anak kecil. Karena itu, orangtu wajib waspada.
Virus ini juga dapat hidup untuk sementara waktu pada benda mati. Karena itu, orangtua harus menyimpan mainan dan barang-barang yang sering dipegang anak-anak dengan baik.
Usahakan semua benda yang sering disentuh sudah bersih. Anda bisa mencucinya dengan sabun dan air hangat, lalu memberi desinfektan pada permukaan benda tersebut.
Serupa dengan Covid-19, tidak ada obat khusus untuk infeksi RSV. Cara terbaik adalah melakuka perawatan untuk meringankan gejala seperti minum cairan yang cukup.
Jika tingkat oksigen rendah atau mengalami masalah pernapasa, Anda bisa melakukan terapi oksigen.
"Jika pasien mengalami gangguan pernapasan atau pneumonia, rawat inap mungkin diperlukan.Namu, sebagian besar pengobatan dilakukan dengn membiarkan virus tersebut mati dengan sendirinya," ucap Sabella.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.