“Kehilangan pada situasi pandemi, ada kondisi yang khas sehingga lebih berat dan harus ada penanganan khusus,"kata Wenny saat diwawancarai pada Senin (30/8/2021).
"Perlu sekali ada yang mendampingi anak di awal, sehingga anak tidak hanya memendam perasaan dalam fase bingung. Ketika anak tidak ditangani dengan cepat, ini bisa tidak selesai, bisa jadi ada masalah trauma di masa mendatang dan efek samping lain,” sambungnya.
Lebih lanjut, Wenny memberi peringatan bahwa konseling atau pendampingan dimaksud mesti dilakukan oleh seseorang yang cakap dalam mendengar emosi anak.
“Namun, pendampingan ini diharapkan tepat, dilakukan oleh orang yang memang betul-betul kompeten untuk mendampingi anak, sehingga efek jangka panjang bagi anak tidak berkepanjangan atau parah,” lanjutnya.
Baca juga: Cerita Anak-anak yang Kehilangan Orangtua karena Covid-19, Ada yang Jadi Tulang Punggung Keluarga
Mengingat masih ada anak yang tidak mendapat pendampingan psikologis terkait dukanya, menurut Wenny, orang terdekat bisa jadi garda terdepan untuk menjadi teman sang anak.
Sosok seperti guru, terutama guru bimbingan konseling (BK) menurutnya dapat dioptimalkan untuk pendampingan anak.
“Perlu orang dewasa terdekat selain keluarga, misalnya guru. Guru BK sebetulnya punya keterampilan untuk konseling dan bisa diberdayakan,” kata Wenny.
Selain guru, Wenny berharap adanya pemberdayaan pendampingan mulai dari ranah RT dan RW, tempat ibadah, swasta, serta sektor lainnya.
Menurutnya, pertolongan pertama jadi hal penting untuk anak.
“Selain dari sekolah juga bisa diberdayakan, selain dari sektor swasta, rumah ibadah, RT dan RW, pokoknya segala lini. Yang penting mereka membutuhkan pertolongan pertama dulu, agar tidak berlarut-larut,” tuturnya.
Wenny mengingatkan, bagi orang terdekat yang ingin memberi pendampingan untuk menghindari kalimat destruktif yang justru memperparah kondisi anak.
“Ada orang dewasa lain mendampingi tapi caranya gak tepat, kayak “Kamu gak boleh nangis, nanti membebankan orang tua”. Justru nangis itu sebenarnya tidak apa-apa, itu bentuk meluapkan perasaan," kata Wenny.
Baca juga: Ratusan Anak yang Kehilangan Orangtua karena Covid-19 Butuh Perhatian
"Atau “kamu laki-laki, kamu harus kuat”, itu malah enggak sehat dan cara yang salah. Justru anak harus mengeluarkan emosinya,” jelasnya.
Lebih lanjut, Wenny menyarankan pendekatan yang mengedepankan empati dengan memvalidasi perasaan duka anak.
“Perlu bantuan bahwa mereka divalidasi perasannya bahwa mereka memang sedih, tidak nyaman, bingung, merasa kehilangan. Kasih tempat untuk dia bicara,” ujar Wenny.
Sebagai penutup, Wenny berpesan perlu penanganan yang tepat bagi psikologis anak, sebab jalan anak masih panjang untuk masa depannya.
“Kalau kita bicara apapun tentang anak, jalan anak itu masih panjang, sehingga perlu langkah kokoh dan ditangani dengan baik,” tutup Wenny.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.