KOMPAS.com - Masih belum usai pandemi Covid-19, dunia kembali dirundung kabar tidak enak mengenai merebaknya virus cacar monyet atau monkeypox beberapa minggu terakhir.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menaruh perhatian besar pada berbagai kasus cacar monyet yang tersebar di berbagai belahan dunia ini.
WHO memperingatkan bahwa kemungkinan virus ini akan makin menyebar di berbagai negara.
Baca juga: Cacar Monyet
Berbagai kasus muncul sejak awal Mei 2022. Melansir dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Eropa (ECDC), hingga Rabu (25/05/2022), setidaknya sudah 219 kasus terkonformasi yang dilaporkan dari seluruh dunia.
Kebanyakan kasus dideteksi pada anak muda.
Di Indonesia sendiri, menurut laporan Kementerian Kesehatan (Kemenkes RI) belum ada laporan mengenai kasus cacar monyet.
"Hingga saat ini belum ada kasus (cacar monyet) yang dilaporkan dari Indonesia," kata Juru BIcara Kemenkes RI dr Mohammad Syahril, Sp.P, MPH pada konferensi pers secara virtual di Jakarta, Selasa (24/05/2022).
Meski begitu, pihak Kemenkes menyebut kita perlu tetap waspada.
Untuk itu, kita perlu mengetahui langkah-langkah pencegahannya.
Dalam upaya mencegah, Kompas.com meminta keterangan dari Dr. dr. Prasetyadi Mawardi, SpKK(K), FINSDV, FAADV di Poliklinik Infeksi Tropik KSM Ilmu Dermatologi dan Venereologi RSUD dr. Moewardi Surakarta.
"Monkeypox sebenarnya merupakan infeksi zoonosis yang disebabkan oleh Pox Virus. Menurut klasifikasi virus ini termasuk dalam famili kelompok virus Poxviridae, menyebab cacar Smallpox," kata Prasetyadi pada Jumat (20/05/2022).
"Smallpox atau Variola sudah dinyatakan tidak ada sejak puluhan tahun lalu, terkait keberhasilkan vaksinasi," sambungnya.
Baca juga: Kenali Apa itu Cacar Monyet, Asal-usul, dan Gejalanya
Ditemui dalam kesempatan yang sama, Kompas.com juga mendapat keterangan dari dr. Pratiwi Prasetya Primisawitri, mahasiswa PPDS-DV yang bertugas di Poli Dermatologi Tropik RSUD dr. Moewardi.
Pratiwi menjelaskan bahwa penularan dari hewan ke manusia (zoonotik) dapat terjadi dari kontak langsung dengan darah, cairan tubuh, atau lesi kulit atau mukosa dari hewan yang terinfeksi.
"Penularan dari manusia ke manusia dapat terjadi akibat kontak dekat dengan sekret pernapasan, lesi kulit orang yang terinfeksi, atau benda yang baru saja terkontaminasi," kata Pratiwi.