Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Dikdik Kodarusman
Dokter RSUD Majalengka

Dokter, peminat kajian autofagi. Saat ini bekerja di RSUD Majalengka, Jawa Barat

Baru Makan, Cepat Lapar Lagi?

Kompas.com - 04/08/2022, 10:51 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

AUTOFAGI tidak sama dengan puasa. Meski seperti yang ditunjukkan Ohsumi, puasa bisa memicu mekanisme autofagi. Banyak cara dan jalan untuk memicu autofagi, bahkan pada seorang yang tidak berencana untuk memicunya sekalipun.

Baca juga: Puasa Bisa Aktifkan Autofagi agar Tubuh Bisa Bertahan Melawan Infeksi

Pada orang dengan obesitas bahkan sangat mudah sekali terpicu. Tidak dalam hitungan berjam-jam. Bahkan dalam 1-2 jam sudah terjadi fenomena autofagi.

Pada sebagian orang dengan obesitas, diketahui memiliki pankreas yang aktif melepaskan insulin. Karena itu, walau sebanyak apapun mereka makan karbohidrat, kadar glukosa darahnya tetap normal. Kondisi ini disebut hiperinsulinemia. Hiperinsulinemia kadang disebut juga kondisi pra-diabetes.

Akibat produksi insulin yang terus menerus tinggi, sel beta langerhans penghasil insulin meradang. Akibatnya, insulin yang dihasilkan akan menurun, tidak mencukupi kebutuhan tubuh. Tubuh mengalami hiperglikemia dan akhirnya diabetes melitus.

Baca juga: Bisa Sebabkan Banyak Masalah Kesehatan, Ini 5 Cara Mencegah Obesitas

Pada hiperinsulinemia atau kadar insulin yang tinggi dalam darah, glukosa cepat sekali dimobilisasi ke dalam sel. Akibatnya jika glukosa tidak digunakan untuk beraktivitas maka akan disimpan dalam bentuk cadangan lemak dan glikogen. Itu sebabnya seseorang dengan hiperinsulinemia cenderung mengalami obesitas.

Selain obesitas, mereka juga mudah sekali merasa lapar. Hal ini terjadi karena glukosa yang cepat dimobilisasi ke dalam sel, hingga kadarnya menurun dalam darah juga dengan cepat.

Akibatnya, glukagon dilepaskan untuk mengatasi penurunan tersebut. Glukagon akan memicu glukoneogenesis yang memecah lemak jadi glukosa.

Selain mengubah lemak jadi glukosa, juga akan dilepaskan leptin. Leptin ini yang akan memberikan sinyal rasa lapar ke otak.

Jika orang dengan obesitas tersebut mengonsumsi karbohidrat kembali, glukagon akan dihentikan pelepasannya. Selanjutnya insulin kembali terangsang pelepasannya.

Insulin yang dikeluarkan tentu saja akan jauh lebih banyak dari sebelumnya, karena kadar glukosa darah yang meningkat tidak hanya dari asupan makanan juga merupakan hasil glukoneogenesis. Jadi lingkaran setan yang membuat seorang dengan obesitas sulit menekan nafsu makannya.

Idealnya, seorang dengan hiperinsulinemia sama sekali tidak mengonsumsi karbohidrat. Hal ini untuk mencegahnya merangsang pelepasan insulin. Dengan demikian kadar glukosa darahnya tidak cepat menurun.

Jika tidak turun maka tidak akan segera dilepaskan glukagon. Dengan ketiadaan glukagon maka proses glukoneogenesis tidak terjadi, sehingga tidak terjadi pemecahan lemak yang menghasilkan leptin.

Namun kadar glukosa yang tinggi harus tetap dikompensasi dengan aktivitas. Kadar glukosa yang tinggi dapat mengakibatkan tekanan osmotik darah meningkat. Tekanan osmotik yang meningkat merangsang pelepasan vasopresin. Tekanan darahnya bisa naik.

Cara mengendalikan nafsu makan

Ada dua cara yang dapat ditempuh untuk menurunkan kadar glukosa tanpa insulin. Pertama beraktivitas yang lebih tinggi. Kedua, minum kopi atau teh tanpa gula. Hal ini juga dapat meningkatkan proses oksidasi intra sel.

Jadi untuk orang yang mengalami obesitas dan sangat sulit untuk mengendalikan nafsu makan, ada beberapa cara untuk mengatasinya. Pertama, hindari asupan makanan bersumber karbohidrat. Kedua,  jika merasa lapar, jangan diganti dengan minum. Itu berbahaya karena tubuh saat itu sedang melakukan proses glukoneogenesis.

Proses glukoneogenesis menggunakan peroksida yang kemudian dipecah menjadi air dan oksigen. Minum pada saat glukoneogenesis akan meningkatkan jumlah peroksida dalam tubuh. Peroksida jika tidak dipergunakan bersifat racun.

Baca juga: Perut Sering Lapar Bisa Jadi Tanda Apa Saja?

Sayangnya, pada saat glukoneogenesis tubuh bereaksi dengan berkeringat hebat. Kondisi ini memicu seorang dengan hiperinsulinemia minum dalam jumlah besar. Akibatnya akan terjadi produksi peroksida berlebih. Produksi peroksida berlebih bisa merusak pembuluh darah. Karena pembuluh darah dibungkus oleh jaringan lemak adiposa.

Jaringan lemak ini kaya akan peroksisom. Akan terlihat sebagai bentuk perdarahan spontan. Kulit terlihat memar di daerah yang sering mendapat tekanan.

Jika lapar makanlah makanan tinggi lemak dan protein. Itu memberikan rasa kenyang yang lebih lama, juga tidak merangsang pelepasan insulin yang membuat kita cepat lapar kembali.

Ketiga, beraktivitaslah. Aktivitas fisik dan mental menurunkan kadar glukosa darah, hingga mencegah pelepasan vasopresin. Aktivitas juga akan memicu pemecahan lemak menjadi energi, sehingga akan menghasilkan kerapatan mitokondria yang tinggi pula.

Dengan kerapatan mitokondria yang tinggi anda jadi lebih bertenaga. Yang lebih menarik lagi bisa jadi berat badan anda stabil tapi volume tubuh anda berkurang. Seperti yang saya alami, berat badan stabil kisaran 78-80 kg. Namun lingkar perut menurun drastis dari 105 cm menjadi 95 cm.

Sangat mudah sebetulnya untuk mengatasi obesitas, tanpa lapar dan tanpa diet yang menyiksa. Jangan percaya diri dengan kadar glukosa yang normal. Karena hiperinsulinemia merupakan awal terjadinya diabetes.

Itu adalah proses autofagi sehari-hari tanpa puasa. Jika keliru menyikapinya, malah akan menimbulkan penyakit. Bukan regenerasi sel.

Salam, semoga menjadi inspirasi hidup sehat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com