Selama ini, secara medis diberikan berbagai obat antidepresan. Obat-obat ini umumnya bekerja dengan cara menginhibisi/menghambat kerja asetil kolin di reseptor saraf.
Sedangkan secara psikologis diberikan psikoterapi. Psikoterapi ini bersifat pemberian motivasi.
Akibatnya terjadi pemecahan asetil kolin di luar sel saraf hingga menimbulkan efek samping akibat mekanisme tersebut.
Umumnya terjadi gangguan sistem koordinasi, seperti diskinesia, tremor, kelelahan, kelemahan otot dan lain sebagainya. Normalnya, baik pembentukan maupun pemecahan asetil kolin berada di dalam sel saraf.
Pemecahan di luar sel juga akan mengakibatkan ke asaman darah meningkat. Hal ini akan mengakibatkan gangguan berupa terbentuknya kristal urin. Dirasakan sebagai rasa nyeri dan perih saat buang air kecil.
Masih banyak efek samping yang mungkin timbul dari pemberian antidepresan. Hal ini dapat diprediksikan berdasarkan cara kerja antidepresan tersebut. Tidak hanya berhubungan dengan kelainan neurologis semata. Juga yang berhubungan dengan metabolisme tubuh.
Sayangnya baik dengan psiko farmaka ataupun psiko terapi sering mengalami kegagalan. Ataupun jika berhasil bersifat sementara.
Kadang menimbulkan ketergantungan baik pada obat psikotropika ataupun terapis psikoterapi.
Memahami kaitan antara asupan glukosa dengan produksi asetil kolin faktor diet juga harus dipertimbangkan. Diet ini dimaksudkan agar terjadi efisiensi pelepasan asetil kolin.
Efisiensi produksi dan eksitasi asetil kolin hanya dimungkinkan dengan pembatasan asupan glukosa. Selanjutnya merangsang penggunaan glukosa oleh jaringan tubuh yang lain. Agar terjadi keseimbangan dalam penggunaan glukosa.
Dalam tehnik autofagi kita sebut selektif autofagi. Cara ini memungkinkan jaringan saraf melakukan autofagi. Melakukan efisiensi produksi dan eksitasi asetil kolin.
Tanpa melakukan selektif autofagi setiap glukosa yang dihasilkan akan lebih cepat digunakan oleh jaringan saraf. Apalagi pada saat glukoneogenesis insulin tidak terangsang untuk dilepaskan. Walaupun kadar glukosa darah meningkat.
Tak heran kita melihat, secara antropomorfis, penderita depresi cenderung kurus. Walau asupan makanan normal. Apalagi kecenderungan nafsu makan juga berkurang. Akibat penggunaan mekanisme mental represi berlebih.
Salah satu zat yang dapat digunakan sebagai selektif autofagi adalah kafein pada teh dan kopi. Pembatasan glukosa disertai dengan konsumsi kopi atau teh memicu autofagi di dalam sel saraf.
Hingga produksi dan pelepasan asetil kolin akan lebih efektif. Karena kafein meningkatkan metabolisme sel tubuh.