Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

4 Upaya untuk Mendukung Penurunan Prevalensi Stunting di Indonesia

Kompas.com - 21/02/2023, 09:00 WIB
Ria Apriani Kusumastuti

Penulis

Dokter anak konsultan neonatologi dari RSCM Prof. Dr. dr. Rinawati Rohsiswatmo, Sp. A(K) menambahkan, bayi yang lahir dengan berat badan rendah (kurang dari 2,5 kilogram) dan bayi prematur (lahir dengan usia kandungan kurang dari 37 minggu) juga berisiko stunting. 

“Indonesia ini sampai saat ini belum bergeser, dia masih juara kelima untuk kelahiran prematur”, ungkap Rina.

Menurut Rina, sepertiga kasus stunting di Indonesia dalam setahun terakhir berasal dari kasus bayi prematur dan lahir dengan berat badan rendah.

  • Pemberian gizi di waktu tepat

Memperhatikan pemberian gizi di waktu yang tepat juga sangat diperlukan untuk mencegah stunting.

Menurut Rina, pemberian gizi perlu dilakukan sejak trimester ketiga di dalam kandungan hingga 3 bulan setelah kelahiran.

Untuk bayi prematur, pemberian gizinya lebih sulit dibandingkan bayi biasa karena kebutuhan nutrisinya tinggi, sedangkan gudang penyimpanan nutrisi pada bayi yang lebih kecil.

Bayi prematur belum memiliki organ yang sempurna sehingga pemberian nutrisinya sangat sulit dan diperlukan feeding guideline (aturan pemberian makan) khusus untuk mendukung pertumbuhan otak dan mencegah stunting.

Ketika menginjak usia enam bulan, bayi perlu diberikan makanan pendamping ASI (MPASI) yang mengandung protein hewani seperti telur, daging, ikan, atau ayam untuk mencegah stunting.

  • Pemeriksaan berkala

Pemeriksaan berkala berupa pengukuran lingkar kepala, berat badan, dan panjang badan bayi juga perlu dilakukan sebagai upaya deteksi dini stunting.

Pemeriksaan tersebut bisa dilakukan dengan menggunakan aplikasi PrimaKu yang merupakan aplikasi tumbuh kembang anak Indonesia yang merupakan hasil kerja sama antara Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dan Kementerian Kesehatan RI.

Dengan melakukan beberapa upaya tersebut, diharapkan prevalensi stunting di Indonesia bisa menurun, sehingga bisa mencapai angka 14 persen di tahun 2024.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau