Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

4 Upaya untuk Mendukung Penurunan Prevalensi Stunting di Indonesia

Kompas.com - 21/02/2023, 09:00 WIB
Ria Apriani Kusumastuti

Penulis

KOMPAS.com - Tengkes atau stunting adalah salah permasalahan gizi yang menjadi sorotan, tidak hanya di Indonesia saja, tetapi juga di seluruh dunia.

Berbagai pusat layanan kesehatan dan seluruh lapisan masyarakat diajak untuk mendukung upaya penurunan stunting di Indonesia.

Sebelum mengenali beberapa upaya tersebut, ada baiknya Anda mengenali dulu apa itu stunting dan prevalensinya di Indonesia berikut ini. 

Apa itu stunting?

Direktur Utama RSCM Dr. dr Lies Dina Liastuti, Sp.JP(K), MARS., FIHA menjelaskan, stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita atau bayi di bawah lima tahun akibat kekurangan gizi kronis, sehingga anak terlalu pendek untuk usianya.

“Kekurangan gizi itu bisa terjadi bukan saja pada saat bayi lahir, tetapi sejak di dalam kandungan atau pada masa awal bayi lahir," jelas Lies, dalam media briefing bersama Fresenius Kabi Indonesia, yang digelar secara daring, Senin (20/2/2023).

Menurut Lies, anak yang mengalami stunting baru akan kentara atau kelihatan setelah usianya menginjak dua tahun. 

Untuk itu, Lies mengingatkan pentingnya deteksi dini stunting demi memantau tumbuh kembang bayi, bahkan sejak di dalam kandungan.  

Penanganan tengkes tidak hanya berfokus pada pengobatan seorang anak saja karena tujuannya lebih luas, yaitu untuk mendukung kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) bangsa.

Prevalensi stunting di Indonesia

Stunting tidak hanya akan memengaruhi pertumbuhan fisik anak, namun juga perkembangan intelektual dan memicu munculnya penyakit kronis.

Menurut hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI), prevalensi stunting di Indonesia pada 2021 adalah sebesar 24,4 persen.

Namun, pada tahun 2022, terdapat penurunan prevalensi stunting menjadi 21,6 persen.

Angka ini diharapkan terus turun, sehingga bisa mencapai target sebesar 14 persen pada tahun 2024.

Upaya penurunan prevalensi stunting di Indonesia

Penurunan prevalensi angka stunting di Indonesia membutuhkan upaya dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, lembaga terkait seperti rumah sakit, sampai peran serta masyarakat. Berikut beberapa di antaranya:

  • Peningkatan kapasitas nakes

Menurut Lies, peningkatan kapasitas tenaga kesehatan yang mumpuni penting untuk menunjang penanganan stunting. Salah satunya dengan pelatihan profesi tambahan bagi dokter spesialis. 

  • Pemeriksaan rutin pada ibu hamil

Tumbuh kembang janin perlu dipantau sejak dalam kandungan. Selain itu, sebelum hamil, setiap wanita perlu mempersiapkan kehamilan dengan baik. Salah satunya dengan mencegah anemia sebelum terjadinya kehamilan dan sepanjang kehamilan. 

Dokter anak konsultan neonatologi dari RSCM Prof. Dr. dr. Rinawati Rohsiswatmo, Sp. A(K) menambahkan, bayi yang lahir dengan berat badan rendah (kurang dari 2,5 kilogram) dan bayi prematur (lahir dengan usia kandungan kurang dari 37 minggu) juga berisiko stunting. 

“Indonesia ini sampai saat ini belum bergeser, dia masih juara kelima untuk kelahiran prematur”, ungkap Rina.

Menurut Rina, sepertiga kasus stunting di Indonesia dalam setahun terakhir berasal dari kasus bayi prematur dan lahir dengan berat badan rendah.

  • Pemberian gizi di waktu tepat

Memperhatikan pemberian gizi di waktu yang tepat juga sangat diperlukan untuk mencegah stunting.

Menurut Rina, pemberian gizi perlu dilakukan sejak trimester ketiga di dalam kandungan hingga 3 bulan setelah kelahiran.

Untuk bayi prematur, pemberian gizinya lebih sulit dibandingkan bayi biasa karena kebutuhan nutrisinya tinggi, sedangkan gudang penyimpanan nutrisi pada bayi yang lebih kecil.

Bayi prematur belum memiliki organ yang sempurna sehingga pemberian nutrisinya sangat sulit dan diperlukan feeding guideline (aturan pemberian makan) khusus untuk mendukung pertumbuhan otak dan mencegah stunting.

Ketika menginjak usia enam bulan, bayi perlu diberikan makanan pendamping ASI (MPASI) yang mengandung protein hewani seperti telur, daging, ikan, atau ayam untuk mencegah stunting.

  • Pemeriksaan berkala

Pemeriksaan berkala berupa pengukuran lingkar kepala, berat badan, dan panjang badan bayi juga perlu dilakukan sebagai upaya deteksi dini stunting.

Pemeriksaan tersebut bisa dilakukan dengan menggunakan aplikasi PrimaKu yang merupakan aplikasi tumbuh kembang anak Indonesia yang merupakan hasil kerja sama antara Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dan Kementerian Kesehatan RI.

Dengan melakukan beberapa upaya tersebut, diharapkan prevalensi stunting di Indonesia bisa menurun, sehingga bisa mencapai angka 14 persen di tahun 2024.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau