Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasus Rabies pada Anak di Indonesia Tinggi, Apa Penyebabnya?

Kompas.com - 20/06/2023, 12:24 WIB
Mahardini Nur Afifah

Penulis

KOMPAS.com - Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menyebutkan, lebih dari 40 persen kasus penyakit rabies di Indonesia terjadi pada anak-anak.

Menurut data dari Kementerian Kesehatan, jumlah kasus rabies di Indonesia sedikitnya ada 31.113 dengan 11 kematian pada medio 2020 sampai April 2023.

Lantas, apa penyebab rabies pada anak di Indonesia kasusnya cukup tinggi dan bagaimana pengobatannya? Simak jawaban ahli berikut.

Baca juga: 4 Gejala Rabies pada Manusia sesuai Stadium Penyakit

Apa penyebab rabies pada anak di Indonesia kasusnya tinggi?

Anggota Unit Kerja Koordinasi Infeksi dan Penyakit Tropis IDAI Dr. dr. Novie Homenta Rampengan, SpA(K), DTM&H, MCTM (TP) mengungkapkan kemungkinan penyebab di balik tingginya kasus rabies pada anak di Indonesia.

“Rabies ditularkan gigitan hewan seperti anjing. Anak senang atau akrab bermain dengan binatang itu. Begitu orangtua kurang perhatian, anak rentan diserang binatang itu,” jelas Novie, dilansir dari Antara (17/6/2023).

Lebih lanjut Novie menyampaikan, tingginya angka gigitan hewan seperti anjing pada anak dapat meningkatkan risiko penyakit rabies.

Namun, ia menyebutkan, belum ada catatan kematian pada anak meskipun kasus rabies pada anak di Indonesia cukup tinggi.

Baca juga: Kenali Apa Itu Rabies, Penyebab, Penularan, Gejala, dan Pengobatannya

Bagaimana anak-anak bisa tertular rabies?

Untuk diketahui, rabies adalah penyakit menular mematikan pada manusia dan hewan yang menyerang sistem saraf pusat.

Penyakit rabies disebabkan oleh virus lyssa yang berasal dari famili rhabdoviradae.

Menurut Novie, penyakit rabies ditularkan oleh gigitan hewan seperti anjing, kucing, atau kera pembawa virus rabies. Selain itu, rabies juga bisa terjadi karena ada luka terbuka yang terpapar virus rabies.

“Virus rabies yang masuk ke tubuh manusia akan mulai melakukan replikasi di jaringan otot sekitar lokasi gigitan, naik ke otak, berkembang biak, kemudian menjalari seluruh organ tubuh,” jelas Novie.

Novie menjelaskan, begitu anak-anak terpapar virus lyssa, penderita tidak langsung menunjukkan gejala rabies yang khas.

Gejala penyakit baru muncul selang 2 minggu sampai 2 tahun, rata-rata 90 hari sejak penderita terpapar virus rabies.

Selain itu, orangtua juga diimbau agar anak sesegera mungkin memberikan perawatan dan pengobatan yang tepat, sebelum gejala rabies muncul.

Baca juga: Mengapa Rabies Membuat Seseorang Takut Air?

Bagaimana pengobatan rabies pada anak?

Dokter Novie menyebutkan, ada beberapa cara yang dilakukan orangtua saat mendapati anak yang diduga tertular rabies.

“Jangan panik. Segera cuci bekas luka atau gigitan dengan air mengalir dan sabun selama 15 menit. Kemudian bawa anak ke dokter untuk mendapatkan perawatan selanjutnya,” kata Novie.

Menurut dokter dari Universitas Sam Ratulangi itu, bila anak berisiko tinggi terinfeksi rabies, maka anak akan diberikan vaksin anti-rabies (VAR) dan serum anti-rabies (SAR) yang bisa didapat di rumah sakit.

VAR diberikan sebanyak empat kali, yaitu pada hari ke-0 sebanyak dua dosis masing-masing pada lengan kiri dan kanan atau pada paha kiri dan paha kanan khusus untuk anak di bawah satu tahun.

Kemudian vaksin diberikan kembali pada hari ketujuh sebanyak satu dosis dan hari ke-21 atau ke-28 sebanyak satu dosis.

Novie mengatakan, vaksin rabies efektif apabila anak belum bergejala. Jika anak sudah bergejala, kemungkinan 99 persen sudah tidak dapat tertolong.

Oleh sebab itu, ia menekankan agar penanganan pasca-gigitan ditangani sesegera mungkin agar tidak terlambat.

Sementara itu, SAR sebaiknya diberikan pada anak, terutama dengan luka risiko tinggi, secepat mungkin setelah gigitan, paling tidak kurang dari 72 jam.

“Namun jangan khawatir bila SAR susah didapatkan. Serum antirabies (SAR) tambah VAR itu hanya sekitar 80 persen perlindungannya. Sedangkan dengan VAR saja bisa sampai 70 persen,” kata Novie.

Setelah anak menjalani perawatan dan pengobatan rabies di rumah sakit, Novie mengimbau orangtua tetap memantau kesehatan anak, terutama mencegah anak bermain di tempat kotor karena dikhawatirkan dapat menyebabkan infeksi bakteri pada bekas luka gigitan hewan rabies.

Baca juga: Kenali Virus Rabies dan Penularannya

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau